BABII
PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH
A.
ASPEK-ASPEK TERKAIT PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH
Ada
tiga aspek pokok dalam pembentukan Peraturan Daerah:
1.
Aspek Kewenangan
Aspek kewenangan merupakan suatu syarat tegas pembuatan Peraturan
Daerah dan dinyatakan dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, bahwa:
“Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang
dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara
umum”.
Wewenangdalam pembentukan Peraturan Daerah dimiliki oleh Kepala
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Peraturan Daerah ditetapkan oleh
Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. Dasar kewenangan pembentukan Peraturan Daerah diatur dalam pasal 18
ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berbunyi:
”Pemerintahan Daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”;
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Pasal 25 huruf c, Pasal 42 ayat (1) huruf a, dan Pasal 136 ayat (1)) yang
masing-masing berbunyi sebagai berikut:
Pasal 25 huruf c : ”Kepala Daerah mempunyai tugas dan wewenang
menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD”;
Pasal 42 ayat (1) huruf a : ” DPRD mempunyai tugas dan wewenang
membentuk Perda yang di bahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan
bersama”;
Pasal 136 ayat (1) : ”Perda ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah
mendapat persetujuan bersama DPRD”.
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pembentukan Peraturan Daerah
telah ditetapkan beberapa peraturan yang meliputi:
a.
Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan;
b.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 169 Tahun 2005
tentang Program Legislasi Daerah;
c.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006
tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah;
d.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006
tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;
e.
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 188.34/1586/SJ
tanggal 25 Juli 2006 perihal Tertib Perancangan dan Penetapan Peraturan Daerah.
2.
Aspek Keterbukaan
Keterbukaan dalam pembentukan Peraturan Daerah dapat berupa
pemberian kesempatan kepada masyarakat baik dari unsur akademisi, praktisi,
maupun dari unsur masyarakat terkait lainnya untuk berpartisipasi, baik dalam
proses perencanaan, persiapan, penyusunan dan/atau dalam pembahasan Raperda
dengan cara memberikan kesempatan untuk memberikan masukan atau saran
pertimbangan secara lisan atau tertulis sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
3.
Aspek Pengawasan
Bentuk pengawasan dalam pembentukan Peraturan Daerah dibagi dua,
pengawasan preventif terhadap Raperda maupun pengawasan represif terhadap
Peraturan Daerah.
Pengawasan preventif dilakukan dalam bentuk evaluasi secara
berjenjang terhadap Raperda tentang APBD, Raperda tentang Pajak Daerah, Raperda
tentang Retribusi Daerah, dan Raperda tentang Penataan Ruang. Untuk pengawasan
represif yang berbentuk evaluasi dilakukan dengan pertimbangan antara lain
untuk melindungi kepentingan umum, menyelaraskan dan menyesuaikan materi
Peraturan Daerah dengan Perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau Peraturan
Daerah lainnya.
B.
TAHAPAN PEMBENTUKANPERATURAN DAERAH
Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004 yang mengatur mengenai Pembentukan Perundang-Undangan
merupakan amanah pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia1.
Dengan adanya undang-undang ini diharapkan bahwa di masa yang akan datang
pembentukan berbagai peraturan perundang-undangan dapat berjalan dengan lebih
baik dan prosedural. Hal lain yang diharapkan adalah bahwa dalam perumusannya
dapat sesuai jenis, fungsi dan materi muatannya. Tentu saja apabila hal-hal itu
tercapai, pelaksanaan peraturan perundang-undangan tersebut dapat berjalan
dengan lebih baik pula.
Dalam
pembentukan Perda, juga terdapat prosedur tertentu yang diharapkan dilaksanakan
dengan urut dan sistematis sehingga sesuai dengan aturan dan dapat berjalan
dengan baik, baik dalam proses pembuatannya, juga dalam penerapannya di
lapangan.
Tahapan
pembentukan peraturan perundang-undangan menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pebentukan Perundang-Undangan:
“Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan adalah proses pembuatan Peraturan
Perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan,
teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan
penyebarluasan.”
Pembentukan
Perda sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pebentukan Perundang-Undangan tentu
saja juga harus mengikuti tahapan tersebut. Tahapan pembentukan Perda pada
umumnya dilakukan sebagai berikut:
a.
Perencanaan
Tahap
perencanaan dalam pembuatan Peraturan Daerah dalam pasal 15 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pebentukan Perundang-Undangan
berbunyi “Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam suatu Program
Legislasi Daerah.”
Program
Legislasi Daerah
Dalam
Pasal 1 angka 10 UU No. 10 Tahun 2004 tetang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan ditentukan, bahwa yang dimaksud dengan ”Program Legislasi
Daerah adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah yang
disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis”.
Mengenai
muatan dalam suatu Prolegda, baik UU No. 10 Tahun 2004, maupun Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 169 Tahun 2004
tentang Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah tidak penyebutkan secara
jelas. Dari pendapat Mahendra (2005)
dalam Prolegda juga perlu memberikan gambaran obyektif tentang kondisi umum
mengenai permasalahan pembentukan Peraturan Daerah.
Walaupun
kejelasan tentang bentuk baku Prolegda belum memiliki kejelasan sehingga
ditemui kesulitan dan keraguan untuk menetukan bentuk prolegda secara pasti,
namun Prolegda sebagai sebuah dokumen
perencanaan, maka bentuk dan isinya juga harus sesuai dengan bentuk dan isi
suatu dokumen perencanaan. Pemerintah Daerah dalam penyusunan Prolegda mengenai
muatan materinya dapat berpedoman pada muatan materi dan sistematika Prolegnas
atau dengan modifikasi dan penyesuaian sepanjang tetap sesuai dengan
prinsip-prisnip dan kaedah perencaan.
b.
Persiapan
Dalam tahap
persiapan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau gubernur/bupati/walikota membuat
rancangan peraturan daerah. Hal ini dituangkan dalam pasal 26 UU No. 10 Tahun 2004.
c.
Penyusunan dan Perumusan
Sesuai
pasal 29 UU No. 10 Tahun 2004, rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan
oleh gubernur atau bupati/walikota disampaikandengan surat pengantar gubernur
atau bupati/walikota kepada dewan perwakilan rakyat daerah olehgubernur
ataubupati/walikota. Sedangkan Rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan
oleh dewan perwakilan rakyat daerah disampaikanoleh pimpinan dewan perwakilan
rakyat daerah kepada gubernur atau bupati/walikota.
d.
Pembahasan, Penetapan, dan Pengesahan
Pembahasan
rancangan peraturan daerah baik yang diajukan DPRD maupur kepala daerah
dilakukan di DPRD dengan melibatkan dua pihak, yaitu DPRD bersama gubernur atau
bupati/walikota yang bersangkutan. Pembahasan tersebut dilakukan dalam
tingkat-tingkat pembicaraan, sebagaimana tertuang dalam pasal 40 ayat (3) UU
No. 10 Tahun 2004. Tingkat- tingkat pembicaraan yang dimaksud dilakukan dalam
rapatkomisi/panitia/alat kelengkapan dewan perwakilan rakyat daerah yang khusus
menangani bidanglegislasi dan rapat paripurna.
Pada
dasarnya, sebelum dibahas bersama oleh DPRD dan kepala daerah, rancangan
peraturan daerah tersebut masih dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan
bersama DPRD dan kepala daerah yang bersangkutan. Hal tersebut sesuai dengan
pasal 41 UU No. 10 Tahun 2004.
Dalam
jangka waktu paling lambat tujuh hari, rancangan peraturan daerah yang telah
disetujui bersama oleh dewan perwakilan rakyat daerah dangubernur atau
bupat/walikota tersebut kemudian disampaikan oleh pimpinan dewan perwakilan
rakyat daerah kepada gubernuratau bupati/walikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan
Daerah.
Penetapan
rancangan peraturan daerah menjadi Peraturan Daerah dengan membubuhkan tanda
tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sejak rancangan peraturan
daerah tersebut disetujui bersama. Walaupun demikian, dimungkinkan apabila
dalam jagka waktu yang telah ditentukan si kepala daerah tidak kunjung
menandatangani rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama
tersebut, maka dengan sendirinya rancangan peraturan daerah itu sah menjadi Peraturan
Daerah dan wajib diundangkan. Pada halaman terakhir Peraturan Daerah sebelum
pengundangan naskahnya ke dalam Lembaran Daerah terlebih dahulu dibubuhkan
kalimat pengesahan yang berbunyi : Peraturan Daerah ini dinyatakan sah.
e.
Pengundangan dan Penyebarluasan
Peraturan
Daerah setelah disahkan kemudian diundangkan dalam Lembaran Daerah, berbeda
dengan Peraturan Kepala Daerah yang dimuat dalam Berita Daerah. Pengundangan Peraturan
Daerah dalam Lembaran Daerah dan Berita Daerah dilaksanakan olehsekretaris
daerah.Peraturan Daerah yang telah diundangkan mulai berlaku dan mempunyai
kekuatan mengikat pada tanggal diundangkannya Peraturan Daerah tersebut,
kecuali di dalam Peraturan Daerah tersebut ditentukan waktu lain tentang
berlakunya. Hal ini sesuai dengan pasal 49 dan 50 UU No. 10 Tahun 2004.
Untuk
penyebarluasan Peraturan Daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang
bersangkutan kepada masyarakat luas agar pelaksanaan Peraturan Daerah tersebut
berjalan dengan lancar dan kondusif.
Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan yang Ideal
Walaupun
pedoman tentang tahapan-tahapan umum pembentukan Peraturan Daerah telah termuat
dalam beberapa peraturan, keidealan Peraturan Daerah tentu selalu diharapkan
untuk mengalami progress yang mengarah pada peningkatan mutu produk peraturan
yang dikeluarkan. Beberapa teori bermunculan mengenai bagaimana seharusnya cara
menyempurnakan proses pembentukan peraturan perundang-undangan, termasuk Peraturan
Daerah.
Terkait
dengan bagaimana muatan rancangan peraturan pemerintah yang selanjutnya dibahas
dan ditetapkan sebagai Peraturan Daerah, jika kita mengingat Van Der Vlies
mengemukakan pendapatnya mengenai asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik, selayaknya juga dapat kita aplikasikan dalam Peraturan
Daerah, asas-asas tersebut yaitu:
a.
Asas tujuan atau sasaran yang jelas
Tujuan dari tiap Peraturan Daerah harus jelas, apa saja yang
menjadi kebijakan-kebijakan baik umum maupun khusus yang ada dalam bidang yang
diatur. Termasuk akibat-akibat yang akan ditimbulkan dari Peraturan Daerah
tersebut.
b.
Asas organ yang tepat
Asas ini terkait dengan formalitas Peraturan Daerah yang diharuskan
sesuai dengan materi muatannya, termasuk didalamnya adalah kewenangan organ
pembuatnya.
c.
Asas keperluan
Pembentukan suatu Peraturan Daerah harus dibuat berdasarkan
keperluan. Harus diperhatikan bagaimana efektifitas Peraturan Daerah terkait
hal yang akan diatur dalam Peraturan Daerah tersebut. Logikanya, dimungkinkan
adanya instrumen lain yang lebih efisien dan efektif selain Peraturan Daerah
untuk mengatur hal tersebut.
d.
Asas dapat dilaksanakan
Pembuatan Peraturan Daerah harus memperhitungkan kemungkinan
pelaksanaannya. Reaksi keras masyarakat atau ketidaksesuaian dengan aturan
diatasnya tentu akan membuat Peraturan Daerah tersebut tidak dapat dilaksanakan
dengan semestinya.
e.
Asas konsensus
Peraturan Daerah yang baik tentu idealnya merupakan hasil
kesepakatan seluruh elemen masyarakat di daerah tersebut, artinya, Peraturan
Daerah harus bersifat responsif dalam mengakomodasikan masukan-masukan dari
elemen-elemen masyarakat tersebut.
f.
Asas keutuhan
Peraturan Daerah harus mencerminkan suatu kebulatan yang utuh,
dalam artian aspek-aspek yang diperlukan dalam proses pelaksanaannya harus
tercantum lengkap. Di dalam suatu Peraturan Daerah tidak boleh adanya
kontradiksi antar ketentuan-ketentuan di dalamnya, atau kontradiksi dengan
peraturan yang lebih tinggi serta Peraturan Daerah lainnya.
g.
Asas kejelasan terminologi dan sistematika
Dalam mencapai kejelasan suatu Peraturan Daerah, harus digunakan
pemilihan kata yang tepat, menjaga konsistensi peristilahan, bahkan
dimungkinkan dibuatkan penjelasan.
h.
Asas dapat dikenali
Asas ini berkaitan dengan bagaimana pihak yang berkepentingan dapat
mengetahui secara wajar tentang Peraturan Daerah itu. Proses pengundangan dan
publikasi yang optimal sangat mendukung tercapainya asas ini.
i.
Asas persamaan di depan hukum
Peraturan Daerah tidak boleh memuat ketentuan yang memungkinkan
perbedaan perlakuansecara sewenang-wenang. Perbedaan hanya dibenarkan apabila
dilakukan demi kepentingan orang atau kelompok yang dibedakan (positive
discrimination).
j.
Asas kepastian hukum
Kepastian hukum dalam suatu Peraturan Daerah bisa berupa peraturan
tersebut dirumuskan secara tepat dan jelas, serta perubahannya harus
mempertimbangkan dengan baik kepentingan orang yang terkena, juga adanya
pengaturan peralihan yang cukup dan memadai.
k.
Asas memperhatikan keadaan individu dalam pelaksanaan hukum
Untuk mengantisipasi keadaan-keadaan khusus yang mungkin terjadi
dalam pelaksanaan Peraturan Daerah tersebut, di dalamnya dapat ditentukan
adanya wewenang bagi aparat pelaksana dan administrasi negara untuk membuat
keputusan dalam menghadapi keadaan khusus tersebut, bisa juga pemberian
wewenang untuk menyimpangi ketentuan yang ada dalam menghadapi keadaan tadi,
serta perlindungan hukum terhadap tindakan aparat yang akan mempunyai akibat
langsung terhadap kedudukuan hukum dari pihak-pihak yang berkepentingan.
Hal
lainnya yang tidak boleh terlewatkan pembentukan suatu Peraturan Daerah adalah
tiga landasan yang harus dimuat, yaitu:
a.
Landasan filosofis, adalah landasan yang berkaitan
dengan dasar atau ideologi Negara;
b.
Landasan sosiologis, adalah landasan yang berkaitan
dengan kondisi atau kenyataan empiris yang hidup dalam masyarakat, dapat berupa
kebutuhan atau tuntutan yang dihadapi oleh masyarakat, kecenderungan, dan
harapan masyarakat; dan
c.
Landasan yuridis, adalah landasan yang berkaitan dengan
kewenangan untuk membentuk, kesesuaian antara jenis dan materi muatan, tata
cara atau prosedur tertentu, dan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.Download Makalah Peraturan Daerah (Huk. Perundang-undangan)