HYPOTHEEK

KODE IKLAN ATAS ARTIKEL
KODE IKLAN TENGAH ARTIKEL

Hukum Perdata
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan antara warga negara perseorangan yang satu dengan warga negara perseorangan yang lain.
Secara umum dapat kita simpulkan bahwa yang dimaksud dengan hukum perdata ialah hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain di dalam masyarakat yang menitik-beratkan kepada kepentingan perseorangan (pribadi).
Kendatipun hukum perdata mengatur kepentingan perseorangan, berarti semua hukum perdata tersebut secara mumi mengatur kepentingan perseorangan, melainkan karena perkembangan masyarakat banyak bidang-bidang hukum perdata yang telah diwarnai sedemikian rupa oleh hukum publik, misalnya bidang perkawinan, perburuhan, dan sebagainya. Hukum perdata sering pula dibedakan dalam pengertian yang luas (termasuk hukum dagang) dan pengertian yang sempit (tidak termasuk hukum dagang). Istilah hukum perdata sering juga disebut hukum sipil dan hukum privat
Selanjutnya, hukum perdata ini ada yang tertulis dan ada yang tidak terulis. Hukum perdata yang tertulis ialah hukum perdata yang termuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Sedangkan hukum perdata yang tidak tertulis ialah Hukum Adat. Yang dibicarakan dalam buku ini adalah hukum perdata yang tertulis sebagaimana termuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata maupun dalam peraturan perundang-undangan lainnya.
Hukum perdata di Indonesia diberlakukan bagi:
a.       Untuk golongan bangsa Indonesia asli berlaku hukum adat yaitu hukum yang sejak dulu berlaku dikalangan rakyat yang sebagian besar masih belum tertulis tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat, mengenai segala soal dalam kehidupan masyarakat.
b.      Untuk golongan warga negara bukan asli yang berasal dari tionghoa dan eropa berlaku KUHPer dan KUHD.
Tetapi pada akhirnya untuk golongan warga negara bukan asli yang bukan berasal dari tionghoa dan eropa juga berlaku sebagian dari burgerlijk wetboek yaitu pada pokoknya hanya bagian yang mengenai hukum kekayaan harta benda.
Untuk mengerti keadaan hukum perdata di Indonesia perlulah kita ketahui terlebih dahulu tentang riwayat politik pemerintah Hindia-Belanda. Pedoman politik bagi pemerintah Hindia-Belanda terhadap hukum di Indonesia dituliskan dalam pasal 131 indische staatsregeling yang dalam pokoknya sebagai berikut:
1.      Hukum perdata dan dagang harus dikodifikasi.
2.      Untuk golongan bangsa eropa dianut perundang-undangan yang berlaku di Belanda.
3.      Untuk golongan bangsa Indonesia asli dan timur asing jika dikehendaki maka dapatlah digunakan peraturan bangsa eropa.
4.      Orang Indonesia asli dan golongan timur asing sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah suatu peraturan bersama dengan bangsa eropa.
5.      Sebelum hukum untuk bangsa Indonesia ditulis maka hukum yang berlaku bagi mereka adalah hukum adat.
Perihal adanya penundukan diri pada hukum eropa telah diatur lebih lanjut pada staatsblad 1917 no. 12. Peraturan ini mengenal empat macam penundukan, yaitu:
a.       Penundukan pada seluruh hukum eropa.
b.      Penundukan pada sebagian hukum eropa.
c.       Penundukan mengenai suatu perbuatan hukum tertentu.
d.      Penundukan secara diam-diam.
Hukum perdata menurut ilmu hukum sekarang ini lazim terbagi dalam empat bagian, yaitu:
1.      Hukum tentang seseorang.
Hukum perorangan memuat tentang peraturan-peraturan diri manusia sebagai subyek dalam hukum, peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
2.      Hukum tentang kekeluargaan.
Hukum keluarga mengatur hal-hal tentang hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami-istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curetele.
3.      Hukum tentang kekayaan.
Hukum kekayaan mengatur tentang perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Jika kita mengatakan tentang kekayaan orang yang dimaksudkan ialah jumlah segala hak dan kewajiban orang itu dinilai dengan uang.
4.      Hukum tentang warisan.
Hukum waris mengatur tentang benda atau kekayaan seorang yang meninggal.
Adapun sistematika yang dipakai oleh Kitab Undang Undang Perdata yaitu terbagi dalam empat macam bagian buku, yaitu:
Buku I             : Perihal orang
Buku II           : Perihal benda
Buku I             : Perihal perikatan
Buku I             : Perihal pembuktian dan daluwarsa



HYPOTHEEK
          Pengertian Hypotheek
Menurut pasal 1162 B.W. hypotheek adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tak bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari (pendapatan penjualan) benda itu. Memang pandrecht dan hypotheek adalah hak yang serupa. Perbedaan di antara dua itu hanya disebabkan karena pandrecht dapat diberikan melulu atas benda-benda yang bergerak, sedangkan hypotheek hanya atas benda-benda yang tak bergerak.
Perbedaan antara pand dan hypotheek secara ringkas, yaitu:
1.      Pandrecht harus disertai dengan penyerahan kekuasaan atas barang yang dijadikan tanggungan, hypotheek tidak.
2.      Pandrecht hapus, jika barang yang dijadikan tanggungan berpindah ke tangan orang lain, tetapi hypotheek tetap terletak sebagai beban di atas benda yang dijadikan tanggungan meskipun benda ini dipindahkan pada orang lain.
3.      Lebih dari satu pandrecht atas satu barang meskipun tidak dilarang oleh undang-undang, di dalam praktek hamper tak pernah terjadi, tetapi beberapa hypotheek yang bersama-sama dibebankan di atas satu rumah adalah suatu keadaan yang biasa.
Perjanjian hypotheek, harus diletakkan dalam suatu akte authentiek, yaitu suatu akte notaries. Supaya ia mempunyai kekuatan terhadap orang pihak ketiga, hypotheek harus didaftarkan pada pegawai pengurusan pembalikan nama (overschrijvingsambtenaar) yang wilayahnya meliputi tempat dimana terletak persil atau rumah yang dipertanggungkan. Pegawai pengurusan pembalikan nama tersebut lazim juga dinamakan pegawai penyimpan hypotheek (hypotheekbewaarder). Untuk pendaftaran tersebut diatas, yang dilakukan atas permintaan orang yang menghutangkan, harus diserahkan suatu petikan dari akte hypotheek-petikan mana dinamakan “borderer”-yang harus memuat: nama orang yang menghutangkan, nama prang yang berhutang, jumlah hutang, penunjukan persil yang dijadikan tanggungan menurut keterangan kadaster dan selanjutnya hak-hak apa yang khusus telah diperjanjikan (bedingen).
Dalam hal ini orang yang memberi tanggungan, lazim dinamakan pemberi hypotheek. Pihak yang menerimanya dinamakan pengambil atau pemegang hypotheek. Jika ada beberapa orang pemegang hypotheek atas satu pensil, mereka itu diberikan nomor urut menurut tanggal pendaftaran masing-masing hypotheek. Sebagaimana telah diterangkan, suatu hypotheek yang tidak didaftarkan tidak mempunyai kekuatan apapun. Nomor urut para pemegang hypotheek juga lazim dinamakan tingkatan (rang) dan menunjukkan kedudukan masing-masing apabila diadakan pembagian pendapatan lelangan persil yang dipertanggungkan.
Hak-hak menurut undang-undang boleh diperjanjikan (bedingen) dalam suatu perjanjian hypotheek, ialah:
1.      Hak yang memberikan kuasa pada pemegang hypotheek untuk menjual sendiri (artinya dengan tidak melalui pengadilan) persilnya didepan umum dan mengambil pelunasan dari pendapatan lelangan tersebut, jikalau orang yang berhutang tidak menepati kewajibannya.Perjanjianini dinamakan “beding van eigenmachtigeverkoop” dan menurut undang-undang hanyalah dapat diperjanjikan oleh pemegang hypotheek pertama.
2.      Pembatasan hak pemilik persil untuk menyewakan persilnya, misalnya ia tidak boleh menyewakannya untuk waktu lebih dari lima tahun. Perjanjian khusus ini lazim dinamakan “huurbeding” dan menurut pasal 1185 B.W., ia mempunyai kekuatan sebagai suatu hak kebendaan, artinya berlaku juga terhadap orang pihak ketiga. Kiranya tidak usah diterangkan, bahwa suatu persil yang terikat oleh suatu perjanjian sewa-menyewa untuk waktu yang lama, bila dijual akan sangat merosot harganya, dan untuk mencegah kemerosotan harga persil inilah diadakan “huurbeding” tersebut.
3.      Teranglah, bahwa si pemilik persil tetap berhak menjual persilnya kepada siapa saja dan hypotheek yang terletak diatas persil itu akan tetap terletak di atasnya. Akan tetapi kepada pembeli-jikalau penjualan dilakukan di depan umum-oleh undang-undang diberikan kesempatan untuk meminta “zuivering” artinya supaya persil itu dibersihkan dari hypotheek-hypotheek yang melebihi jumlah harga persil itu. Berhubung dengan kemungkinan ini, kepada pemegang hypotheek diberikan hak untuk minta diperjanjikan tidak akan dilakukan pembersihan ini. Tetapi perjanjian ini, yang dinamakan “beding van niet-zuivering” hanya boleh diadakan oleh pemegang hypotheek pertama dan hanya ditujukan pada penjualan dengan suka rela, artinya bukan penjualan eksekutorial.
4.      Seorang pemegang hypotheek berhak untuk minta diperjanjikan bahwa jika terjadi kebakaran sedangkan rumah yang menjadi tanggungan itu telah diasuransikan, ia akan menerima uang asuransi yang dibayarkan kepada pemilik rumah. Perjanjian semacam ini, yang dinamakan “assurantie-beding”, selain diatur di dalam B.W. juga diatur di dalam Kitab Undang Undang Hukum Dagang (W.v.K).
Oleh karena hypotheek bersifat accessoir, ia turut berpindah apabila penagihan yang dijamin dengan hypotheek itu dipindah-kan pada orang lain. Pemindahan suatu hak penagihan ini, sebagaimana telah diterangkan harus dilakukan dengan suatu akte cessie.
Orang yang menghutangkan dengan tanggungan hypotheek, diharuskan terlebih dahulu mengambil pelunasan hutang itu dari pendapatan penjualan persil yang dipertanggungkan itu dan ia tak diperbolehkan menyita benda-benda lain dari orang yang berhutang, kecuali bila pendapatan penjualan persil tersebut ternyata tidak mencukupi. Pengambilan pelunasan itu dapat ia lakukan dengan jalan penyitaan biasa, yaitu dengan melewati hakim atau bagi pemegang hypotheek pertama dengan mempergunakan kekuasaan mutlak yang telah diperjanjikan bahwa ia dapat menjual sendiri persil yang dipertanggungkan itu. Mengenai penjualan yang dilakukan oleh pemegang hypotheek pertama ini, Hoge Raad menganut apa yang dinamakan “last givings theorie”. Menurut ajaran itu pemegang hypotheek yang menjual persil itu bertindak sebagai juru kuasa si pemilik persil. Tetapi suatu akibat dari teori tersebut yang agak ganjil, ialah bukannya si pemegang hypotheek yang berhak menerima pembayaran hasil penjualan yang dilakukan oleh pemegang hypotheek itu tetapi justru si pemilik persil. Lebih sesuai dengan keadaan yang nyata, pemegang hypotheek yang menjual persil itu menjalankan haknya sendiri. Dan memang di dalam praktek juga sudah lazim diakui, bahwa seorang pemegang hypotheek berhak untuk memindahkan hak milik atas persil yang dijualnya itu kepada si pembeli persil atas dasar proces verbal lelangan, kekuasaan mana dianggap telah diperoleh dari haknya untuk melakukan eksekusi.
Jikalau hutang yang ditanggung dengan hypotheek sudah dibayar lunas, maka atas permintaan pihak yang berkepentingan dilakukan pencoretan atau “roya”  atas hypotheek yang bersangkutan. Menurut pendapat yang paling banyak dianut oleh pegawai penyimpanan hypotheek (pegawai pengurusan pembalikan nama) dalam melakukan pencoretan atau roya itu, hanyalah bertindak sebagai pegawai tata usaha saja. Ini berarti perbuatan roya itu tidak merupakan penghapusan mutlak terhadap hak seorang pemegang hypotheek, sehingga jikalau terjadi pencoretan yang telah dilakukan itu tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, maka keadaan yang sesungguhnya inilah yang diakui oleh hakim. Roya biasanya dilakukan dengan sukarela atas persetujuan pemegang hypotheek, tetapi jika pemegang hxpotheek ini tidak suka memberikan persetujuannya, roya dapat juga diperintahkan oleh hakim. Juga setelah suatu eksekusi yang dilakukan melewati hakim selesai dengan diadakannya pembayaran pendapatan lelang, maka hakim tersebut akan memerintahkan supaya dilakukan roya.
Subyek Hipotik
Subyek hipotik adalah pihak-pihak yang membuat perjanjian pembebanan hipotik, yaitu pemberi hipotik (hypotheek geyer) dan penerima hipotik (hypotheek nemer).
Pihak yang dapat memberi hipotik atau yang berhak menghipotikkan kapal haruslah pihak yang berhak memindah tangankan kapal itu (Pasal 1168 B W), orang perorangan atau badan hukum pemilik kapal yang bersangkutan. Orang dilarang menghipotikkan kapal yang bukan miliknya atau belum dimilikinya. Namun, orang boleh menghipotikkan kapal miliknya untuk menjamin pembayaan utang orang lain.
Pembebanan Hpotik
Perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok antara kreditur dan debitur, merupakan perjanjian yang tidak terikat bentuknya, artinya dapat dibuat secara lisan, tertulis dengan akta di bawah tangan atau tertulis dengan akta otentik Akan tetapi, dalam dunia perbankan, perjanjian kredit selalu dibuat tertulis bahkan dalam bentuk baku.
Tingkatan Hipotik
Atas sebuah kapal dapat dibebani beberapa hipotik. Bilamana hal ini terjadi, untuk menentukan tingkatan hipotik pertama, hipotik kedua dan seterusnya didasarkan atas tanggal pendaftarannya. Jika hipotik-hipotik tersebut didaftarkan pada hari/tanggal yang sama, hipotik itu mempunyai tingkat yang sama (Pasal 315 WvK).
Referensi: Prof. Subekti, S.H., Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT. Intermasa, 2003, hlm. 82-87.


RESUME
BUKU SELUK BELUK DAN ASAS-ASAS HUKUM PERDATA

Diajukan sebagai salah satu Tugas Akhir mata kuliah
HUKUM PERDATA 2
Dosen Pembimbing :
H.Ainur Rosyid,Shi

Logo IKAHA WArna 


Oleh :
Eko Yusuf Permadi
3790


FAKULTAS SYARI’AH

JURUSAN AKHWAL AL-SYAKHSIYAH
                                                                           
INSTITUT KEISLAMAN HASYIM ASY’ARI

TEBUIRENG – JOMBANG

2012
KODE IKLAN BAWAH ARTIKEL
Komisi Gratis | Bisnis Online Tanpa Modal
And so you can download at the link that we provide below. Thank you for visiting may be useful. Amen......

Facebook

Adsense Indonesia

k