HUKUM LAUT DAN PENGANGKUTAN
(Disusun
untuk memenuhi tugas semester VI mata kuliah Hukum Bisnis)
.
Disusun oleh:
Eko Yusuf
Permadi (10.3790)
Dosen Pembimbing :
Ninik Azizah, S.Hi.,
M.Hi.
FAKULTAS
SYARI’AH
JURUSAN
AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
INSTITUT
KEISLAMAN HASYIM ASY’ARI
TEBUIRENG
2013
HUKUM LAUT
DAN PENGANGKUTAN
A. LATAR BELAKANG
Memasuki era global seperti saat
ini, dunia ekonomi dan perdagangan pada khususnya mengalami perubahan sistem
yang signifikan. Pasar bebas berarti masuknya komoditi barang dan jasa bebas
tanpa ada lagi perlakuan istimewa yang bersifat nasional maupun regional
Karena Indonesia negara kepulauan maka memerlukan sarana angkutan laut yang lebih dibandingkan dengan sarana yang lainnya. Hal ini diperlukan guna menghubungkan antara pulau yang satu dengan pulau yang lain, atau dengan negara lain, terutama yang belum terjangkau oleh sarana angkutan darat maupun sarana udara. Pengangkutan barang melalui laut skalanya lebih besar dibandingkan dengan pengangkutan barang melalui darat maupun udara. Dengan adanya hal tersebut berarti peluang terjadinya bahaya laut (Sea Perils) akan ada. Namun bahaya laut ini hanya dapat dikurangi intensitasnya atau diperkecil kemungkinannya, sebab bagaimanapun juga kemungkinan terjadinya kerugian karena adanya bahaya laut ini jauh lebih besar dari pada risiko akibat bahaya didarat dan diudara. Untuk keamanan, keselamatan dan kelancaran pengangkutan barang, baik eksportir maupun importir menggunakan sistem container.
Karena Indonesia negara kepulauan maka memerlukan sarana angkutan laut yang lebih dibandingkan dengan sarana yang lainnya. Hal ini diperlukan guna menghubungkan antara pulau yang satu dengan pulau yang lain, atau dengan negara lain, terutama yang belum terjangkau oleh sarana angkutan darat maupun sarana udara. Pengangkutan barang melalui laut skalanya lebih besar dibandingkan dengan pengangkutan barang melalui darat maupun udara. Dengan adanya hal tersebut berarti peluang terjadinya bahaya laut (Sea Perils) akan ada. Namun bahaya laut ini hanya dapat dikurangi intensitasnya atau diperkecil kemungkinannya, sebab bagaimanapun juga kemungkinan terjadinya kerugian karena adanya bahaya laut ini jauh lebih besar dari pada risiko akibat bahaya didarat dan diudara. Untuk keamanan, keselamatan dan kelancaran pengangkutan barang, baik eksportir maupun importir menggunakan sistem container.
Kemajuan bidang pengangkutan terutama yang digerakkan secara mekanik akan menunjang pembangunan diberbagai sektor, salah satunya sektor perdagangan. Indonesia sebagai negara kepulauan dalam rangka mencapai tujuan cita-citanya seperti yang ditetapkan dalam konsep wawasan nusantara memerlukan sarana transportasi yang mantap. Salah satu sarana transportasi yang memegang peranan penting adalah angkutan laut.
B. RUANG LINGKUP
Pembuatan makalah ini hanya mengkaji
tentang Asuransi mengenai Transportasi Laut, Yang Ruang lingkupnya hanya
sekitar mengetahui aktivitas pengangkutan barang yang menyangkut Asuransi di
Negara Kepulauan Republik Indonesia.
C. TUJUAN DAN MAKSUD
Tujuan dan Maksud pembuatan makalah
ini untuk mengetahui hal-hal apa saja yang akan di kaji dalam asurasi
transportasi laut sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita ke
depannya.
D. METODE PENULISAN
Metode pembuatan makalah ini di buat
dengan metode pembahasan dengan mencari setiaphal-hal yang berkaitan dengan
asuransi laut baik dari buku-buku Ilmiah maupun Internet.
E. PERMASALAHAN
E. PERMASALAHAN
·
Apa
pengertian asuransi laut?
·
Apa saja
prinsip tanggungjawab pengangkut?
·
Siapa yang
bertanggung jawab terhadap kehilangan barang dalam pengiriman dengan sistem
container?
PEMBAHASAN
Era kontainerisasi di dalam
pengangkutan laut telah banyak manfaat yang diberikan termasuk di dalamnya
adalah meminimalisir kerusakan dan atau kerugian terhadap Cargo yang diangkut
di dalamnya. Akan tetapi seringkali terjadi kerugian (loss) yang berupa
kehilangan barang (shortage claim). Sering kali consignee sebagai buyer tidak
menerima barang dalam jumlah yang disepakati di dalam sales and purchase
contract atau seperti yang dideklarasikan oleh seller sebagai shipper kepada
pengangkut di dalam packing list.
Dalam menyelenggarakan pengangkutan harus memperhatikan 4 azas hukum pengangkutan yaitu :
Dalam menyelenggarakan pengangkutan harus memperhatikan 4 azas hukum pengangkutan yaitu :
1. Azas Konsensual / timbal balik
Azas ini tidak mensyaratkan bentuk pengangkutan secara
tertulis, sudah cukup apabila ada persetujuan kehendak antara para pihak.
2. Azas Koordinasi
Adalah azas yang mensyaratkan kedudukan yang sejajar antara
pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan.
3. Azas Campuran
Adalah perjanjian pengangkutan yang merupakan campuran
tiga jenis pengangkutan yaitu memberi kuasa dari pengirim kepada pengangkut,
menyimpan barang oleh pengangkut dan melakukan pekerjaan kepada pengirim oleh
pengangkutan.
4. Hak Retensi
Merupakan hak dalam pengangkutan yang tidak dibenarkan
dan bertentangan dengan fungsi dan tujuan pengangkutan.
PERJANJIAN PENGANGKUTAN
Defenisi perjanjian pengangkutan adalah sebagai perjanjian timbal balik dengan mana
pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau
orang dari suatu tempat ke tempat lain atau tujuan tertentu dengan selamat.
Perjanjian pengangkutan niaga adalah persetujuan dengan mana pengangkut
mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/ atau barang dari satu tempat ke tempat tujuan
tertentu dengan selamat, dan penumpang atau pengirim mengikatkan diri untuk
membayar biaya angkutan.
Dari segi hukum, khususnya hukum perjanjian, pengangkutan merupakan
perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim barang, dimana pihak
pengangkut mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan pengangkutan barang
kesuatu tempat tujuan tertentu, dan pihak-pihak pengirim barang mengikatkan
dirinya pula untuk membayar ongkos angkutannya.
Berdasarkan pengertian perjanjian pengangkutan diatas, didalam perjanjian
pengangkutan terlibat dua pihak, yaitu :
1. Pengangkut
2. Pengirim barang
Penerima barang dalam kerangka perjanjian pengangkutan tidak menjadi para
pihak.
Penerima merupakan pihak ketiga yang berkepentingan atas penyerahan barang.
ASURANSI LAUT
Asuransi pengangkutan laut ( Marine insurnace ) merupakan suatu perjanjian
pertanggungan ( Contrac of indemnity ) antara penanggung ( insurer ) dan
tertanggung ( assurer ) atas kepentingan yang berhubungan dengan kapal sebagai
alat pengangkut dan barang sebagau muatan kapal dari kemungkinan resiko
kerusakan / kerugian yang di akibatkan oleh bahaya-bahaya laut ( maritime
perils ) atau bahaya lain yang berhubungan dengan bahaya laut. Dalam prakteknya
selain terjalin antara hak dan kewajiban antara penanggung dan tertanggung maka
tidak dapat diabaikan kemungkinan adanya kepentingan dan tanggung jawab pihak
lain / pihak ketiga baik sebagai penyebab kejadian maupun sebagai korban kejadian
yang menyebabkan kerugian.
Jika terjadi kerugian maka pihak asuransi berkewajiban memberikan ganti
rugi atas kerusakan /kerugian barang, tetapi pihak asuransi bukanlah pihak yang
bertanggung jawab atas penyebab timbulnya permasalahan tersebut.
Dalam penyelesaian klaim sering melibatkan banyak pihak seperti, surveyor,
serta pihak yang bertanggung jawab terhadap peristiwa tersebut seperti,
pelayaran, Perusahaan bongkar muat, perusahaan pengangkutan, pengelola terminal
pelabuhan serta pihak terkait lainnya.
Di sisi lain pelabuhan sebagai tempat dimana kapal melakukan kegiatan dan
sebagai tempat penanganan barang-barang dari ke kapal tidak terlepas dari
kemungkinan terjadinya resiko kerugian akibat bahaya-bahaya di pelabuhan.
Berdasarkan hal tersebut diatas sangatlah penting bagi semua orang-orang
yang bekerja pada perusahaan dan jasa kepelabuhanan untuk dapat memahami “
asuransi pengangkutan laut “ atau marine insurance and claim, dimana jika
terjadi kasus-kasus maka ia dapat berperan sesuai dengan prinsip dan ketentuan
yang ada dibidang tersebut.
Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut
Dalam Ilmu hukum, khususnya hukum pengangkutan setidak-tidaknya dikenal
adanya 3 (tiga) prinsip tanggung jawab, yaitu :
a. Prinsip tanggungjawab berdasarkan adanya unsur kesalahan (fault liability,
liability based on fault);
b. Prinsip tanggungjawab berdasarkan praduga (presumption of liability);
c. Prinsip tanggungjawab Mutlak (no fault liability, atau absolute atau strict
liability).
Cara membedakan prisnsip-prinsip tanggung jawab tersebut pada dasarnya
diletakan pada masalah pembuktian, dan kepada siapa beban pembuktian diletakan
dalam proses penuntutan.
Menentukan Pihak yang bertanggung jawab :
Untuk dapat menentukan pihak yang bertanggung jawab maka harus ditentukan:
- Pihak-pihak yang terlibat di
dalam pengangkutan.
- Apakah kondisi seal kontainer
dalam keadaan utuh (seal intact)
- Bagaimanakah perjanjian yang
disepakati oleh pengirim barang dengan pihak pengangkut yang berkaitan
dengan klaim kehilangan barang.
Dasar hukum
Dasar Hukum yang digunakan dalam
kasus kerugian yang berupa kehilangan barang adalah perjanjian pengangkutan
Bill of Lading, Haque Rules 1924/1968, Sales and purchase contract jika
kerugian yang berupa kekurangan barang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian
dari penjual (seller).
Proses pengangkutan adalah sebagai
berikut :
1. Pertama, Eksportir akan memuat
(stuffing) kargonya ke dalam kontainer digudangnya/gudang CFS pihak yang
terlibat disini adalah eksportir atau Warehousing,
2. Kargo dibawa dengan truk ke
container yard pelabuhan muat (port of loading) pihak yang terlibat adalah
Perusahaan Trucking dan Pihak Pelabuhan muat,
3. Kargo dimuat ke atas kapal dan
dibongkar di container yard pelabuhan bongkar (port of discharge) yang terlibat
adalah perusahaan pelayaran (Shipping Line) dan Pihak Pelabuhan Bongkar,
4. Kargo dibawa ke Gudang dengan truk
ke gudang Importir/ Gudang CFS pihak yang terlibat adalah Perusahaan Trucking
dan Importir/Warehousing. Untuk melaksanakan pengangkutan tersebut maka pihak
eksportir/importir biasanya akan mensubkontrakan ke satu pihak yaitu freight
forwarder dan freight forwarder akan mensubkontrakan ke pihak-pihak yang
terlibat dalam proses pengangkutan seperti disebut dalam tahap pertama sampai
dengan tahap keempat.
Melihat dari proses tersebut maka
potensi terjadinya kehilangan kargo ada pada setiap tahap tersebut dan
pihak-pihak yang terlibat tersebut adalah pihak yang berpotensi untuk
bertanggung jawab.
Untuk memperjelas proses di atas
maka sebagai contoh kasus adalah sebagai berikut :
Eksportir pada saat stuffing Ia mendeklarasikan jumlah yang dimuat adalah 15 bale dengan per bale 400pcs kemudian setelah dimuat didalam kontainer maka kontainer kemudian diseal dan diangkut dengan trucking ke container yard pelabuhan muat seterusnya sampai kontainer tersebut dibongkar di gudang consignee atau jika shipment dari shipper adalah LCL (muatan Less than container load) dimana konsolidasi di CFS (Container Freight Station) maka ada kemungkinan proses transhipment dimana kargo akan destuffing dan direstuffing lagi ke kontainer baru sesuai dengan tujuan/destination dari kargo tersebut sehingga potensi terjadinya kehilangan kargo ada pada proses destuffing dan restuffing tersebut. Apabila ketika dilakukan destuffing di gudang consignee atau CFS pelabuhan bongkar jumlah barang berkurang tidak seperti yang dideklarasikan misalnya hilang 3 bale maka timbullah hak tuntutan ganti rugi dari importir atau penerima barang.
Eksportir pada saat stuffing Ia mendeklarasikan jumlah yang dimuat adalah 15 bale dengan per bale 400pcs kemudian setelah dimuat didalam kontainer maka kontainer kemudian diseal dan diangkut dengan trucking ke container yard pelabuhan muat seterusnya sampai kontainer tersebut dibongkar di gudang consignee atau jika shipment dari shipper adalah LCL (muatan Less than container load) dimana konsolidasi di CFS (Container Freight Station) maka ada kemungkinan proses transhipment dimana kargo akan destuffing dan direstuffing lagi ke kontainer baru sesuai dengan tujuan/destination dari kargo tersebut sehingga potensi terjadinya kehilangan kargo ada pada proses destuffing dan restuffing tersebut. Apabila ketika dilakukan destuffing di gudang consignee atau CFS pelabuhan bongkar jumlah barang berkurang tidak seperti yang dideklarasikan misalnya hilang 3 bale maka timbullah hak tuntutan ganti rugi dari importir atau penerima barang.
Terhadap contoh kasus diatas
siapakah yang harus bertanggung jawab untuk menentukan hal tersebut ? harus
diperoleh bukti dalam kondisi seperti apakah seal kontainer tersebut beralih
dari satu pihak ke pihak lainnya. Apabila kondisi seal dalam penguasaan pihak
trucking dalam keadaan sudah rusak kemudian diadakan survey ternyata jumlah
barang berkurang maka tanggung jawab ada pada pihak trucking tersebut. Sehingga
pada saat proses peralihan kargo adalah saat yang sangat penting untuk
memeriksa kondisi seal, apabila kondisi seal rusak atau diganti dengan seal
baru atau ada sesuatu yang tidak wajar segera dilakukan pemeriksaan dan atau
survey sebelum beralih ke pihak berikutnya. Rusaknya seal bisa disebabkan
karena rough handling terhadap kontainer dan biasanya kargo masih dalam jumlah
yang utuh. Apabila rusaknya seal adalah karena tindak pencurian (pilferage) maka
jumlah kargo akan berkurang.
Terhadap kasus di atas bagaimanakah
jika kondisi seal masih dalam keadaan utuh dari gudang shipper sampai gudang
consignee akan tetapi ketika kargo dibongkar di gudang consignee atau CFS ternyata
jumlah kargo berkurang. Hal tersebut adalah sulit untuk menentukan pihak yang
bertanggung jawab, akan tetapi terhadap hal tersebut ada kemungkinan bahwa
jumlah barang yang tidak sesuai antara yang dideklarsasikan shipper dengan yang
diterima oleh consignee adalah karena kesengajaan dan atau kelalaian dari
shipper di dalam menghitung jumlah barang yang ia muat ke dalam kontainer.
Dalam contoh kasus di atas shipper
sengaja dan atau lalai tidak memuat atau menstuffing 3 bale sehingga consignee
hanya menerima 12 bale. Apabila shipment dari shipper adalah LCL dan terjadi
proses transshipment dimana barang didestuffing kemudian direstuffing ke
kontainer baru bersama kargo-kargo shipper lainnya untuk dikapalkan sesuai
tujuannya (destinasinya) maka ada kemungkinan kargo hilang pada saat proses
destuffing dan restuffing tersebut dengan kemungkinanan karena kesengajaan dan
atau kelalaian pihak consolidator di transhipent port atau karena factor tindak
pencurian (pilferage).
Apabila terhadap hal tersebut bisa dibuktikan
maka pihak shipper atau CFS ditranshipment port adalah pihak yang bertanggung
jawab. Terhadap kasus seperti tersebut apakah tuntutan ganti rugi bisa diajukan
ke pelayaran (shipping Line) sebagai carrier.
Hal tersebut tentu harus mengacu
pada clausul-clausul yang diatur di dalam bill of lading. Pada umumnya Pihak
pelayaran menerapkan ketentuan Shipper load, count and seal yang menentukan
bahwa pihak shipperlah yang memuat, menghitung dan memasang seal terhadap
muataanya sehingga carrier tidak bertanggung jawab apabila jumlah yang dikirim
berkurang karena yang melakukan pemuatan, penghitungan dan pemasangan seal
adalah pihak shipper sendiri dan pihak pelayaran tidak mengetahui hal tersebut.
Didalam clause shipper, load, count
and seal maka Pelayaran membebaskan diri dari tanggung jawab tersebut termasuk
didalamnya karena pihak pelayaran tidak mengetahui tentang tanda-tanda dan
jumlah, jenis pengepakan, kualitas, kuantitas, ukuran, berat, sifat dst dari
kargo tersebut. Pihak pelayaran sebagai pengangkut hanya mengetahui dan
mengakui telah menerima sejumlah barang dari pengirim, dalam keadaan baik
dilihat dari luar (in apperant good order and condition) sesuai jumlah partai
kemasan barang yang dimuat ke atas kapal atau sejumlah kontanier yang ia terima
seperti yang disebutkan di dalam bill of lading, dimana pengangkut secara nyata
tidak mengetahui isi yang sebenarnya dari barang dalam kemasan (Prima Facie Evidence)
Sehingga terhadap tuntutan ganti
rugi hilangnya atau berkurangnya barang pihak pelayaran tidak bertanggung jawab
kecuali dapat dibuktikan bahwa barang hilang atau berkurang jumlahnya karena
kesengajaan dan atau kelalaian pihak pelayaran ketika barang tersebut dalam
penguasaannya (Carrier’s care and custody).
Hal-hal yang harus dilakukan jika
terjadi kehilangan atau jumlah kargo berkurang:
a. mengadakan joint survey yang
dihadiri para pihak terkait termasuk consignee dan atau insurancenya, pengangkut
dan atau asuransinya.
b. melakukan langkah investigasi ke
belakang (trace back) untuk dapat menentukan pihak yang sebenarnya bertanggung
jawab. Hal ini bisa dilakukan dengan melihat dokumen-dokumen yang diterbitkan
oleh para pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengangkutan seperti disebut
diatas terutama mengenai kondisi seal dalam proses peralihan tersebut.
Kerusakan dan Kerugian dalam
Pengangkutan Laut
1.
Total loss (
kerugian lenyap semua )
Actual
total loss yaitu bilamana kapal atau muatan secara fisik telah lenyap semuanya
atau muatannya sudah kehilangan seluruh nilainya.
Constructive total loss yaitu bila kapal dan muatan kehilangan seluruh sifatnya semula, sekalipun secara fisik tidak rusak.
Constructive total loss yaitu bila kapal dan muatan kehilangan seluruh sifatnya semula, sekalipun secara fisik tidak rusak.
2.
Partial Loss
General Average ( kerugian umum ) adalah kerugian
dengan sengaja dilakukan atau biaya yang sengaja dikeluarkan yang bertujuan
untuk keselamatan semua pihak yang berkepentingan.
Particular Average ( kerugian khusus ) adalah kerugian
yang diderita kapal maupun muatan karena kecelakaan yang menjadi tanggung jawab
pemiliknya, dan kerugian itu tidak dapat diharapkan iuran atau sumbangan
penggantian dari pihak lain.
Resiko
Kerusakan atau Kerugian yang dapat Dipertanggungkan pada Perusahaan Asuransi
Hampir seluruh
resiko kerusakan atau kerugian pengangkutan laut sudah dapat diasuransikan
kepada perusahaan Asuransi, akan tetapi masih perlu diketahui adanya
tingkat-tingkat resiko yang dapat dipertanggungkan itu.
1. Resiko kerugian yang secara umum ditanggung oleh Perusahaan Asuransi
·
Bencana alam, terdiri dari bencana Laut → Angin,
badai,gelombang, kabut, batu karang, gunung es dan kilat.
·
Bencana di laut → Tabrakan dan kebakaran.
2. Perbuatan manusia
·
Perbuatan awak kapal → Pembuangan muatan, kejahilan
awak kapal, penggantian arah pelayaran.
·
Perbuatan pihak ketiga → Bajak laut, penyamun,
pencuri.
Resiko kerugian
yang ditanggung Perusahaan Asuransi dengan perjanjian khusus
1. Kerugian akibat peperangan → Kapal
perang, perampasan, penahanan, penangkapan dan pencurian
2. Kerugian akibat pemogokan →
Pemogokan, kerusuhan, pemberontakan
3. Kerugian akibat sifat muatan itu
sendiri → Penyusutan
4. Kerugian karena pencurian di darat →
Pencurian dan pencoleng
5. Resiko kerugian yang menjadi
tanggungan pemilik barang , terdiri dari Kerusakan yang ditimbulkan oleh
binatang pengerat seperti tikus dan kutu yang merusak bahan makanan, Kerugian
yang timbul karena kelambatan dalam pelayaran dan Kerugian karena kelalaian.
Syarat Pertanggungan Asuransi
Pengangkutan Laut
Syarat pertanggungan Yaitu yang
berhubungan dengan jenis resiko yang dipertanggungkan. Semakin luas jenis
resiko yang dipertanggungkan, maka semakin tinggi pula premi asuransi yang
harus dibayar oleh pihak tertanggung. Bisnis ekspor-impor termasuk jenis bisnis
beresiko tinggi. Barang diangkut melalui laut dan udara, menempuh jarak yang
dapat menimbulkan kerusakan dalam perjalanan.
1. Faktor yang Menentukan Premi Asuransi
Nilai Pertanggungan
Nilai pertanggungan yang dipakai
dalam penutupan asuransi pengangkutan laut biasanya merupakan salah satu dari 3
jenis nilai pertanggungan sebagai berikut :
100% sampai 110% x nilai F.O.BØ
100% sampai 110% x nilai CØ&F
100% sampai 110% x nilai C.I.FØ
Syarat pertanggungan yang dipakai
dalam penutupn asuransi muatan (cargo) secara luas di seluruh dunia adalah
syarat pertanggungan dari Llyod’s London yang dikenal sebagai Institute Cargo
Clauses. Dulu, tahun 1982 yang dipakai adalah :
a. Institute Cargo Clauses (All Risk)
b. Institute Cargo Clauses (With
Average)
c. Institute Cargo Clauses (Free from
Particular Average)
Sejak Januari 1982, syarat
pertanggungan yang dipakai adalah sebagai berikut:
a) INSTITUTE CARGO CLAUSES (A)
Resiko yang ditanggung :
1)
Asuransi ini
menanggung semua resiki hilang atau rusak atas barang-barang yang
dipertanggungkan
2)
Asuransi ini
menanggung kerusakan umum dan biaya penyelamatan, disesuaikan atau ditetapkan
sesuai dengan kontrak angkutan serta hukum yang berlaku yang sengaja dilakukan
untuk menghindari kerugian yang bersumber dari sebab-sebab luar
3)
Asuransi ini
juga meliputi penggantirugian kepada tertanggung terhadap bagian beban
tertanggung yang terdapat dalam kontrak angkutan yang kerugiannya ditanggung
asuransi ini.
Pengecualian dalam institute Cargo
Clauses A
Asuransi ini tidak mencakup hal-hal
sebagai berikut :
1)
Kerugian
atau biaya yang dikeluarkan yang disebabkan perbuatab sengaja yang dilakukan
tertanggung sendiri.
2)
Kebocoran
biasa, susut berat dan volume biasa atau kesobekan barang yang diasuransi.
3)
Kerugian
atau biaya yang disebabkan kurang cukup auat kurang cocoknya pengepakan barang
yang diasuransikan.
4)
Kerugian
atau biaya yang bersumber dari barang itu sendiri atau sifatnya sendiri
5)
Kerugian
atau biaya yang disebabkan kelambatan
6)
Kerugian
atau biaya yang timbul karena kemacetan dana pemilik kapal, para manajer atau
operasi kapal.
7)
Kerugian
atau biaya yang timbul karena penggunaan senjata, peralatan atom dan nuklir.
b) INSTITUTE CARGO CLAUSES (B)
Resiko yang ditanggung :
1.
Kebakaran
atau ledakan
2.
Kapal
kandas, runtuh, tenggelam atau terbalik
3.
Angkutan
darat terbalik atau keluar jalur
4.
Tabrakan
atau senggolan kapal, pesawat atau alat angkut dengan benda lain selain air
5.
Pembongkaran
muatan di pelabuhan yang sedang dilanda kerusuhan
6.
Gempa bumi,
lahar panas, letusan gunung atau halilintar.
c) INSTITUTE CARGO CLAUSES (C)
Resiko yang ditanggung :
1.
Kebakaran
atau ledakan
2.
Kapal atau
pesawat kandas, runtuh, tenggelam atau terbalik
3.
Angkutan
darat terbalik atau keluar jalur
4.
Tabrakan
atau senggolan kapal, pesawat atau alat angkut dengan benda lain selain air
5.
Pembongkaran
muatan di pelabuhan yang sedang dilanda kerusuhan
Syarat-syarat lainnya sama dengan
ketentuan yang berlaku untuk Institute Cargo clauses (B).
Contoh Perusahaan Asuransi
Pengangkutan Laut
PT ASURANSI PURI ASIH
Produk asuransi ini memberikan
jaminan ganti kerugian sesuai dengan nilai barang yang dikirim baik melalui
darat, laut, udara akibat kerugian finacial yang dialami jasa pengiriman
ataupun pemilik barang sesuai dengan nama pemegang polis.
Adapun tarif asuransi dan jaminan / benefit dari penutupan melalui laut tersebut sbb :
Adapun tarif asuransi dan jaminan / benefit dari penutupan melalui laut tersebut sbb :
a) ICC “ C “ 1/ 1/ 82 : 0, 30 %
Adalah jaminan kerugian yang memberikan penggantian
akibat resiko sbb :
- Kerugian Umum ( General Avarage )
- Alat angkut tabrakan
- Kebakaran dan peledakan
- Kapal kandas, tenggelam atau terbalik
- Tabrakan atau sentuhan alat angkut dengan objek luar
selain air
- Pembongkaran barang di pelabuhan darurat
- Biaya – biaya yang timbul akibat dari kerugian umum
atau biaya penyelamatan
barang atas resiko yang terjadi diatas kapal.
- Pembuangan barang ke laut.
b) ICC “ B “ 1/ 1/ 82 : 0, 35 %
Adalah jaminan kerugian yang memberikan penggantian
akibat resiko sbb :
- Semua resiko yang dijamin di dalam kondisi ICC ” C”
1/ 1/ 82
- Akibat masuknya air laut, danau
atau air sungai yang memasuki ruangan kapal / palka kapal, peti kemas dan
tempat penyimpanan barang.
- Hilangnya barang secara keseluruhan sewaktu bongkar
muat
c) ICC “ A” 1/ 1/ 82 : 0, 3 %
Adalah jaminan kerugian yang memberikan penggantian
akibat resiko sbb :
- Semua resiko yang dijamin di dalam
kondisi ICC ” C” 1/ 1/ 82 dan ICC “ B” 1/ 1/ 82
- Akibat pengrusakan / kerusakan
yang dilakukan secara sengaja terhadap barang tersebut oleh orang lain.
- Pembajakan , Pencurian, Barang
tidak sampai ketujuan ( Non Delivery )
Ilustrasi Pengangkutan Laut :
1. Jenis Barang : Excavator 320 C
2. Alat Angkut : LCT, Tugboat, Kapal
Besi
3. Tujuan : Dari Banjarmasin ke Tanah
Grogot
4. Kondisi Penutupan : ICC ” C ” 1/ 1/
82
5. Tarif Premi : 0, 2 %
6. Ilustrasi Perhitungan Premi :
·
Harga
Excavator 320 C = Rp 1.000.000.000, -
·
Premi Rp
1.000.000.000, – X 0, 2 % = Rp. 2.000.000, -
Biaya Polis
= Rp 17.000, -
Biaya
Materai = Rp 12.000, -
Total Premi = Rp 2, 029, 000, -
PRSEDUR KLAIM ASURANSI PENGANGKUTAN
BARANG ( MARINE CARGO INSURANCE)
a) Kewajiban Tertanggung / Penerima
Barang / Agen atau Pihak yang mewakilinya.
Dalam hal terjadi klaim kerusakan dan atau kehilangan barang marine cargo, adalah Kewajiban Tertanggung / Penerima Barang / Agen atau Pihak yang mewakilinya untuk melakukan hal-hal sbb:
Dalam hal terjadi klaim kerusakan dan atau kehilangan barang marine cargo, adalah Kewajiban Tertanggung / Penerima Barang / Agen atau Pihak yang mewakilinya untuk melakukan hal-hal sbb:
·
Jangan
menandatangani “Surat Tanda Terima Barang / Surat Jalan / Delivery Order”
kecuali dengan memberikan catatan mengenai kerusakan dan atau kehilangan barang
tersebut.
·
Untuk barang
dalam KONTAINER:
·
Periksalah
dengan seksama Kondisi dan Nomor KONTAINER apakah terdapat kerusakan, berlubang
·
Periksalah
dengan seksama Kondisi dan Nomor SEGEL apakah terdapat kerusakan, hilang dan
apakah nomor segel sesuai dengan dokumen pengangkutan marine cargo
·
Berilah catatan
pada “Surat Tanda Terima Barang / Surat Jalan / Delivery Order” jika terdapat
kerusakan dan atau kehilangan barang
·
Segera
menghubungi pihak pengangkut / Carrier untuk melakukan survey
·
Segera
menghubungi PERUSAHAAN ASURANSI cargo untuk melakukan survey bersama
·
Segera
melapor kepada pihak kepolisian jika terjadi kecelakaan lalu lintas,
perampokan, bajing loncat dan tindak kejahatan lainnya
·
Ambillah
Foto kontainer termasuk nomor kontainer, segel, dinding, lantai atau atap
dimana terdapat kerusakan, dan kondisi barang untuk dokumentasi
·
Segera
mengajukan tuntutan ganti rugi kepada pihak pengangkut / carrier
·
Survey &
Pelaporan Klaim Kepada Perusahaan Asuransi
Laporan Klaim harus disampaikan
kepada Perusahaan Asuransi atau Survey Agent yang ditunjuk secepatnya, agar
Perusahaan Asuransi atau Survey Agent dapat segera melakukan survey untuk
mengetahui penyebab kerusakan, pelaporan klaim maximum 7 hari setelah diketahui
terjadinya kerusakan dan atau kehilangan barang.Tertanggung berkewajiban untuk
memberi kesempatan kepada Perusahaan Asuransi cargo atau Loss Adjusters yang
ditunjuk untuk memeriksa kerusakan barang, kerusakan kapal, wawancara dengan
Nahkoda dan atau ABK atau pihak-pihak lain yang terkait.\
Dokumen Klaim
1. Claim Form yang telah diisi lengkap
disertai dengan perincian jumlah kerugian
2. Polis / Sertifikat Asuransi Asli
3. Bill of Lading atau Konosemen Asli
4. Invoice
5. Packing List
6. Surat Jalan / DO
7. Berita Acara Serah Terima Barang /
Survey Report
8. Surat Tuntutan kepada pihak
pengangkut / carrier dan balasannya.
9. Penawaran Biaya perbaikan
Salvage
1.
Tertanggung
/ Penerima Barang / Agen atau Pihak yang mewakilinya wajib menjaga barang yang
rusak dan tidak boleh membuang atau menjualnya tanpa izin tertulis dari
Perusahaan Asuransi.
2.
Perusahaan
Asuransi untuk dan atas nama Tertanggung berhak untuk melaksanakan tender /
lelang atas salvage tersebut dengan mengundang beberapa salvage buyers untuk
berpartisipasi.
3.
Tertanggung
/ Penerima Barang dapat ikut serta dalam tender / lelang atas salvage tersebut.
4.
Peraturan
pelaksanaan tender / lelang dan penentuan Pemanas ditetapkan
oleh Perusahaan Asuransi.
5.
Nilai
penjualan salvage akan dibayarkan kepada Tertanggung dan akan dikurangkan dari
nilai klaim yang disetujui.
KESIMPULAN DAN SARAN ( PENDAPAT ) :
Dalam ilmu hukum, khususnya hukum
pengangkutan setidak-tidaknya dikenal adanya 3 (tiga) prinsip tanggung jawab,
yaitu :
1. Prinsip tanggungjawab berdasarkan
adanya unsur kesalahan (fault liability, liability based on fault);
2. Prinsip tanggungjawab berdasarkan
praduga (presumption of liability);
3. Prinsip tanggungjawab mutlak (no
fault liability, atau absolute atau strict liability).
Pada prinsipnya pengangkutan
merupakan perjanjian yang tidak tertulis. Para pihak mempunyai kebebasan
menentukan kewajiban dan hak yang harus dipenuhi dalam pengangkutan.
Undang-undang hanya berlaku sepanjang pihak-pihak tidak menentukan hal lain
dalam perjanjian yang mereka buat dan sepanjang tidak merugikan kepentingan
umum.
Untuk memperbaiki keadaan tersebut
maka hal-hal yang perlu dilakukan adalah pertama, meningkatan kecermatan dan
kehati-hatian pengecekan kargo di dalam proses peralihan dari satu pihak ke
pihak lainnya sehingga apabila ada kerusakan bisa segera diketahui dan
ditentukan pihak yang sebenarnya harus bertanggung jawab. Kedua, Memperjelas
hukum perjanjian yang disepakati oleh pihak pemilik barang dengan pengangkut
yang berkaitan dengan klausul pengajuan klaim dan tuntutan ganti rugi yang
memperjelas jenis-jenis kerusakan seperti apa yang bisa dituntut dan
dipertanggungjawabkan oleh pemilik barang kepada pengangkut