HUKUM LAUT DAN PENGANGKUTAN

KODE IKLAN ATAS ARTIKEL
KODE IKLAN TENGAH ARTIKEL
HUKUM LAUT DAN PENGANGKUTAN
(Disusun untuk memenuhi tugas semester VI mata kuliah Hukum Bisnis)

IKAHA warna
.
Disusun oleh:
                                      Eko Yusuf Permadi (10.3790)
Dosen Pembimbing :
Ninik Azizah, S.Hi., M.Hi.

FAKULTAS SYARI’AH
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
INSTITUT KEISLAMAN HASYIM ASY’ARI
TEBUIRENG
2013


HUKUM LAUT DAN PENGANGKUTAN

A.   LATAR BELAKANG

Memasuki era global seperti saat ini, dunia ekonomi dan perdagangan pada khususnya mengalami perubahan sistem yang signifikan. Pasar bebas berarti masuknya komoditi barang dan jasa bebas tanpa ada lagi perlakuan istimewa yang bersifat nasional maupun regional

Karena Indonesia negara kepulauan maka memerlukan sarana angkutan laut yang lebih dibandingkan dengan sarana yang lainnya. Hal ini diperlukan guna menghubungkan antara pulau yang satu dengan pulau yang lain, atau dengan negara lain, terutama yang belum terjangkau oleh sarana angkutan darat maupun sarana udara. Pengangkutan barang melalui laut skalanya lebih besar dibandingkan dengan pengangkutan barang melalui darat maupun udara. Dengan adanya hal tersebut berarti peluang terjadinya bahaya laut (Sea Perils) akan ada. Namun bahaya laut ini hanya dapat dikurangi intensitasnya atau diperkecil kemungkinannya, sebab bagaimanapun juga kemungkinan terjadinya kerugian karena adanya bahaya laut ini jauh lebih besar dari pada risiko akibat bahaya didarat dan diudara. Untuk keamanan, keselamatan dan kelancaran pengangkutan barang, baik eksportir maupun importir menggunakan sistem container.

Kemajuan bidang pengangkutan terutama yang digerakkan secara mekanik akan menunjang pembangunan diberbagai sektor, salah satunya sektor perdagangan. Indonesia sebagai negara kepulauan dalam rangka mencapai tujuan cita-citanya seperti yang ditetapkan dalam konsep wawasan nusantara memerlukan sarana transportasi yang mantap. Salah satu sarana transportasi yang memegang peranan penting adalah angkutan laut.

B. RUANG LINGKUP

Pembuatan makalah ini hanya mengkaji tentang Asuransi mengenai Transportasi Laut, Yang Ruang lingkupnya hanya sekitar mengetahui aktivitas pengangkutan barang yang menyangkut Asuransi di Negara Kepulauan Republik Indonesia.

C. TUJUAN DAN MAKSUD

Tujuan dan Maksud pembuatan makalah ini untuk mengetahui hal-hal apa saja yang akan di kaji dalam asurasi transportasi laut sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita ke depannya.

D. METODE PENULISAN

Metode pembuatan makalah ini di buat dengan metode pembahasan dengan mencari setiaphal-hal yang berkaitan dengan asuransi laut baik dari buku-buku Ilmiah maupun Internet.

E. PERMASALAHAN
·        Apa pengertian asuransi laut?
·        Apa saja prinsip tanggungjawab pengangkut?
·        Siapa yang bertanggung jawab terhadap kehilangan barang dalam pengiriman dengan sistem container?

PEMBAHASAN

Era kontainerisasi di dalam pengangkutan laut telah banyak manfaat yang diberikan termasuk di dalamnya adalah meminimalisir kerusakan dan atau kerugian terhadap Cargo yang diangkut di dalamnya. Akan tetapi seringkali terjadi kerugian (loss) yang berupa kehilangan barang (shortage claim). Sering kali consignee sebagai buyer tidak menerima barang dalam jumlah yang disepakati di dalam sales and purchase contract atau seperti yang dideklarasikan oleh seller sebagai shipper kepada pengangkut di dalam packing list.
Dalam menyelenggarakan pengangkutan harus memperhatikan 4 azas hukum pengangkutan yaitu :
1.      Azas Konsensual / timbal balik
Azas ini tidak mensyaratkan bentuk pengangkutan secara tertulis, sudah cukup apabila ada persetujuan kehendak antara para pihak.
2.      Azas Koordinasi
Adalah azas yang mensyaratkan kedudukan yang sejajar antara pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan.
3.      Azas Campuran
Adalah perjanjian pengangkutan yang merupakan campuran tiga jenis pengangkutan yaitu memberi kuasa dari pengirim kepada pengangkut, menyimpan barang oleh pengangkut dan melakukan pekerjaan kepada pengirim oleh pengangkutan.
4.      Hak Retensi
Merupakan hak dalam pengangkutan yang tidak dibenarkan dan bertentangan dengan fungsi dan tujuan pengangkutan.

PERJANJIAN PENGANGKUTAN

Defenisi perjanjian pengangkutan adalah sebagai perjanjian timbal balik dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain atau tujuan tertentu dengan selamat.

Perjanjian pengangkutan niaga adalah persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/ atau barang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, dan penumpang atau pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan.

Dari segi hukum, khususnya hukum perjanjian, pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim barang, dimana pihak pengangkut mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan pengangkutan barang kesuatu tempat tujuan tertentu, dan pihak-pihak pengirim barang mengikatkan dirinya pula untuk membayar ongkos angkutannya.

Berdasarkan pengertian perjanjian pengangkutan diatas, didalam perjanjian pengangkutan terlibat dua pihak, yaitu :
1. Pengangkut
2. Pengirim barang
Penerima barang dalam kerangka perjanjian pengangkutan tidak menjadi para pihak.
Penerima merupakan pihak ketiga yang berkepentingan atas penyerahan barang.


ASURANSI LAUT

Asuransi pengangkutan laut ( Marine insurnace ) merupakan suatu perjanjian pertanggungan ( Contrac of indemnity ) antara penanggung ( insurer ) dan tertanggung ( assurer ) atas kepentingan yang berhubungan dengan kapal sebagai alat pengangkut dan barang sebagau muatan kapal dari kemungkinan resiko kerusakan / kerugian yang di akibatkan oleh bahaya-bahaya laut ( maritime perils ) atau bahaya lain yang berhubungan dengan bahaya laut. Dalam prakteknya selain terjalin antara hak dan kewajiban antara penanggung dan tertanggung maka tidak dapat diabaikan kemungkinan adanya kepentingan dan tanggung jawab pihak lain / pihak ketiga baik sebagai penyebab kejadian maupun sebagai korban kejadian yang menyebabkan kerugian.

Jika terjadi kerugian maka pihak asuransi berkewajiban memberikan ganti rugi atas kerusakan /kerugian barang, tetapi pihak asuransi bukanlah pihak yang bertanggung jawab atas penyebab timbulnya permasalahan tersebut.

Dalam penyelesaian klaim sering melibatkan banyak pihak seperti, surveyor, serta pihak yang bertanggung jawab terhadap peristiwa tersebut seperti, pelayaran, Perusahaan bongkar muat, perusahaan pengangkutan, pengelola terminal pelabuhan serta pihak terkait lainnya.

Di sisi lain pelabuhan sebagai tempat dimana kapal melakukan kegiatan dan sebagai tempat penanganan barang-barang dari ke kapal tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya resiko kerugian akibat bahaya-bahaya di pelabuhan.

Berdasarkan hal tersebut diatas sangatlah penting bagi semua orang-orang yang bekerja pada perusahaan dan jasa kepelabuhanan untuk dapat memahami “ asuransi pengangkutan laut “ atau marine insurance and claim, dimana jika terjadi kasus-kasus maka ia dapat berperan sesuai dengan prinsip dan ketentuan yang ada dibidang tersebut.

Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut
Dalam Ilmu hukum, khususnya hukum pengangkutan setidak-tidaknya dikenal adanya 3 (tiga) prinsip tanggung jawab, yaitu :
a.    Prinsip tanggungjawab berdasarkan adanya unsur kesalahan (fault liability, liability based on fault);
b.    Prinsip tanggungjawab berdasarkan praduga (presumption of liability);
c.    Prinsip tanggungjawab Mutlak (no fault liability, atau absolute atau strict liability).

Cara membedakan prisnsip-prinsip tanggung jawab tersebut pada dasarnya diletakan pada masalah pembuktian, dan kepada siapa beban pembuktian diletakan dalam proses penuntutan.

Menentukan Pihak yang bertanggung jawab :
Untuk dapat menentukan pihak yang bertanggung jawab maka harus ditentukan:
  1. Pihak-pihak yang terlibat di dalam pengangkutan.
  2. Apakah kondisi seal kontainer dalam keadaan utuh (seal intact)
  3. Bagaimanakah perjanjian yang disepakati oleh pengirim barang dengan pihak pengangkut yang berkaitan dengan klaim kehilangan barang.


Dasar hukum

Dasar Hukum yang digunakan dalam kasus kerugian yang berupa kehilangan barang adalah perjanjian pengangkutan Bill of Lading, Haque Rules 1924/1968, Sales and purchase contract jika kerugian yang berupa kekurangan barang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian dari penjual (seller). 
Proses pengangkutan adalah sebagai berikut :
1.      Pertama, Eksportir akan memuat (stuffing) kargonya ke dalam kontainer digudangnya/gudang CFS pihak yang terlibat disini adalah eksportir atau Warehousing, 
2.      Kargo dibawa dengan truk ke container yard pelabuhan muat (port of loading) pihak yang terlibat adalah Perusahaan Trucking dan Pihak Pelabuhan muat, 
3.      Kargo dimuat ke atas kapal dan dibongkar di container yard pelabuhan bongkar (port of discharge) yang terlibat adalah perusahaan pelayaran (Shipping Line) dan Pihak Pelabuhan Bongkar, 
4.      Kargo dibawa ke Gudang dengan truk ke gudang Importir/ Gudang CFS pihak yang terlibat adalah Perusahaan Trucking dan Importir/Warehousing. Untuk melaksanakan pengangkutan tersebut maka pihak eksportir/importir biasanya akan mensubkontrakan ke satu pihak yaitu freight forwarder dan freight forwarder akan mensubkontrakan ke pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengangkutan seperti disebut dalam tahap pertama sampai dengan tahap keempat.

Melihat dari proses tersebut maka potensi terjadinya kehilangan kargo ada pada setiap tahap tersebut dan pihak-pihak yang terlibat tersebut adalah pihak yang berpotensi untuk bertanggung jawab. 

Untuk memperjelas proses di atas maka sebagai contoh kasus adalah sebagai berikut :
Eksportir pada saat stuffing Ia mendeklarasikan jumlah yang dimuat adalah 15 bale dengan per bale 400pcs kemudian setelah dimuat didalam kontainer maka kontainer kemudian diseal dan diangkut dengan trucking ke container yard pelabuhan muat seterusnya sampai kontainer tersebut dibongkar di gudang consignee atau jika shipment dari shipper adalah LCL (muatan Less than container load) dimana konsolidasi di CFS (Container Freight Station) maka ada kemungkinan proses transhipment dimana kargo akan destuffing dan direstuffing lagi ke kontainer baru sesuai dengan tujuan/destination dari kargo tersebut sehingga potensi terjadinya kehilangan kargo ada pada proses destuffing dan restuffing tersebut. Apabila ketika dilakukan destuffing di gudang consignee atau CFS pelabuhan bongkar jumlah barang berkurang tidak seperti yang dideklarasikan misalnya hilang 3 bale maka timbullah hak tuntutan ganti rugi dari importir atau penerima barang. 

Terhadap contoh kasus diatas siapakah yang harus bertanggung jawab untuk menentukan hal tersebut ? harus diperoleh bukti dalam kondisi seperti apakah seal kontainer tersebut beralih dari satu pihak ke pihak lainnya. Apabila kondisi seal dalam penguasaan pihak trucking dalam keadaan sudah rusak kemudian diadakan survey ternyata jumlah barang berkurang maka tanggung jawab ada pada pihak trucking tersebut. Sehingga pada saat proses peralihan kargo adalah saat yang sangat penting untuk memeriksa kondisi seal, apabila kondisi seal rusak atau diganti dengan seal baru atau ada sesuatu yang tidak wajar segera dilakukan pemeriksaan dan atau survey sebelum beralih ke pihak berikutnya. Rusaknya seal bisa disebabkan karena rough handling terhadap kontainer dan biasanya kargo masih dalam jumlah yang utuh. Apabila rusaknya seal adalah karena tindak pencurian (pilferage) maka jumlah kargo akan berkurang.

Terhadap kasus di atas bagaimanakah jika kondisi seal masih dalam keadaan utuh dari gudang shipper sampai gudang consignee akan tetapi ketika kargo dibongkar di gudang consignee atau CFS ternyata jumlah kargo berkurang. Hal tersebut adalah sulit untuk menentukan pihak yang bertanggung jawab, akan tetapi terhadap hal tersebut ada kemungkinan bahwa jumlah barang yang tidak sesuai antara yang dideklarsasikan shipper dengan yang diterima oleh consignee adalah karena kesengajaan dan atau kelalaian dari shipper di dalam menghitung jumlah barang yang ia muat ke dalam kontainer.

Dalam contoh kasus di atas shipper sengaja dan atau lalai tidak memuat atau menstuffing 3 bale sehingga consignee hanya menerima 12 bale. Apabila shipment dari shipper adalah LCL dan terjadi proses transshipment dimana barang didestuffing kemudian direstuffing ke kontainer baru bersama kargo-kargo shipper lainnya untuk dikapalkan sesuai tujuannya (destinasinya) maka ada kemungkinan kargo hilang pada saat proses destuffing dan restuffing tersebut dengan kemungkinanan karena kesengajaan dan atau kelalaian pihak consolidator di transhipent port atau karena factor tindak pencurian (pilferage).

Apabila terhadap hal tersebut bisa dibuktikan maka pihak shipper atau CFS ditranshipment port adalah pihak yang bertanggung jawab. Terhadap kasus seperti tersebut apakah tuntutan ganti rugi bisa diajukan ke pelayaran (shipping Line) sebagai carrier. 

Hal tersebut tentu harus mengacu pada clausul-clausul yang diatur di dalam bill of lading. Pada umumnya Pihak pelayaran menerapkan ketentuan Shipper load, count and seal yang menentukan bahwa pihak shipperlah yang memuat, menghitung dan memasang seal terhadap muataanya sehingga carrier tidak bertanggung jawab apabila jumlah yang dikirim berkurang karena yang melakukan pemuatan, penghitungan dan pemasangan seal adalah pihak shipper sendiri dan pihak pelayaran tidak mengetahui hal tersebut.

Didalam clause shipper, load, count and seal maka Pelayaran membebaskan diri dari tanggung jawab tersebut termasuk didalamnya karena pihak pelayaran tidak mengetahui tentang tanda-tanda dan jumlah, jenis pengepakan, kualitas, kuantitas, ukuran, berat, sifat dst dari kargo tersebut. Pihak pelayaran sebagai pengangkut hanya mengetahui dan mengakui telah menerima sejumlah barang dari pengirim, dalam keadaan baik dilihat dari luar (in apperant good order and condition) sesuai jumlah partai kemasan barang yang dimuat ke atas kapal atau sejumlah kontanier yang ia terima seperti yang disebutkan di dalam bill of lading, dimana pengangkut secara nyata tidak mengetahui isi yang sebenarnya dari barang dalam kemasan (Prima Facie Evidence)

Sehingga terhadap tuntutan ganti rugi hilangnya atau berkurangnya barang pihak pelayaran tidak bertanggung jawab kecuali dapat dibuktikan bahwa barang hilang atau berkurang jumlahnya karena kesengajaan dan atau kelalaian pihak pelayaran ketika barang tersebut dalam penguasaannya (Carrier’s care and custody).

Hal-hal yang harus dilakukan jika terjadi kehilangan atau jumlah kargo berkurang:
a.    mengadakan joint survey yang dihadiri para pihak terkait termasuk consignee dan atau insurancenya, pengangkut dan atau asuransinya.
b.    melakukan langkah investigasi ke belakang (trace back) untuk dapat menentukan pihak yang sebenarnya bertanggung jawab. Hal ini bisa dilakukan dengan melihat dokumen-dokumen yang diterbitkan oleh para pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengangkutan seperti disebut diatas terutama mengenai kondisi seal dalam proses peralihan tersebut.

Kerusakan dan Kerugian dalam Pengangkutan Laut
1.        Total loss ( kerugian lenyap semua ) 
Actual total loss yaitu bilamana kapal atau muatan secara fisik telah lenyap semuanya atau muatannya sudah kehilangan seluruh nilainya.
Constructive total loss yaitu bila kapal dan muatan kehilangan seluruh sifatnya semula, sekalipun secara fisik tidak rusak.
2.        Partial Loss 
General Average ( kerugian umum ) adalah kerugian dengan sengaja dilakukan atau biaya yang sengaja dikeluarkan yang bertujuan untuk keselamatan semua pihak yang berkepentingan.
Particular Average ( kerugian khusus ) adalah kerugian yang diderita kapal maupun muatan karena kecelakaan yang menjadi tanggung jawab pemiliknya, dan kerugian itu tidak dapat diharapkan iuran atau sumbangan penggantian dari pihak lain.

Resiko Kerusakan atau Kerugian yang dapat Dipertanggungkan pada Perusahaan Asuransi

Hampir seluruh resiko kerusakan atau kerugian pengangkutan laut sudah dapat diasuransikan kepada perusahaan Asuransi, akan tetapi masih perlu diketahui adanya tingkat-tingkat resiko yang dapat dipertanggungkan itu.
1.      Resiko kerugian yang secara umum ditanggung oleh Perusahaan Asuransi 
·         Bencana alam, terdiri dari bencana Laut → Angin, badai,gelombang, kabut, batu karang, gunung es dan kilat.
·         Bencana di laut → Tabrakan dan kebakaran.
2.      Perbuatan manusia 
·         Perbuatan awak kapal → Pembuangan muatan, kejahilan awak kapal, penggantian arah pelayaran.
·         Perbuatan pihak ketiga → Bajak laut, penyamun, pencuri.
Resiko kerugian yang ditanggung Perusahaan Asuransi dengan perjanjian khusus 
1.    Kerugian akibat peperangan → Kapal perang, perampasan, penahanan, penangkapan dan pencurian
2.    Kerugian akibat pemogokan → Pemogokan, kerusuhan, pemberontakan
3.    Kerugian akibat sifat muatan itu sendiri → Penyusutan
4.    Kerugian karena pencurian di darat → Pencurian dan pencoleng
5.    Resiko kerugian yang menjadi tanggungan pemilik barang , terdiri dari Kerusakan yang ditimbulkan oleh binatang pengerat seperti tikus dan kutu yang merusak bahan makanan, Kerugian yang timbul karena kelambatan dalam pelayaran dan Kerugian karena kelalaian.

Syarat Pertanggungan Asuransi Pengangkutan Laut

Syarat pertanggungan Yaitu yang berhubungan dengan jenis resiko yang dipertanggungkan. Semakin luas jenis resiko yang dipertanggungkan, maka semakin tinggi pula premi asuransi yang harus dibayar oleh pihak tertanggung. Bisnis ekspor-impor termasuk jenis bisnis beresiko tinggi. Barang diangkut melalui laut dan udara, menempuh jarak yang dapat menimbulkan kerusakan dalam perjalanan.

1. Faktor yang Menentukan Premi Asuransi
Nilai Pertanggungan
Nilai pertanggungan yang dipakai dalam penutupan asuransi pengangkutan laut biasanya merupakan salah satu dari 3 jenis nilai pertanggungan sebagai berikut :
100% sampai 110% x nilai F.O.BØ
100% sampai 110% x nilai CØ&F
100% sampai 110% x nilai C.I.FØ
Syarat pertanggungan yang dipakai dalam penutupn asuransi muatan (cargo) secara luas di seluruh dunia adalah syarat pertanggungan dari Llyod’s London yang dikenal sebagai Institute Cargo Clauses. Dulu, tahun 1982 yang dipakai adalah :
a.      Institute Cargo Clauses (All Risk)
b.     Institute Cargo Clauses (With Average)
c.      Institute Cargo Clauses (Free from Particular Average)
Sejak Januari 1982, syarat pertanggungan yang dipakai adalah sebagai berikut:
a)      INSTITUTE CARGO CLAUSES (A)
Resiko yang ditanggung :
1)        Asuransi ini menanggung semua resiki hilang atau rusak atas barang-barang yang dipertanggungkan
2)        Asuransi ini menanggung kerusakan umum dan biaya penyelamatan, disesuaikan atau ditetapkan sesuai dengan kontrak angkutan serta hukum yang berlaku yang sengaja dilakukan untuk menghindari kerugian yang bersumber dari sebab-sebab luar
3)        Asuransi ini juga meliputi penggantirugian kepada tertanggung terhadap bagian beban tertanggung yang terdapat dalam kontrak angkutan yang kerugiannya ditanggung asuransi ini.
Pengecualian dalam institute Cargo Clauses A
Asuransi ini tidak mencakup hal-hal sebagai berikut :
1)        Kerugian atau biaya yang dikeluarkan yang disebabkan perbuatab sengaja yang dilakukan tertanggung sendiri.
2)        Kebocoran biasa, susut berat dan volume biasa atau kesobekan barang yang diasuransi.
3)        Kerugian atau biaya yang disebabkan kurang cukup auat kurang cocoknya pengepakan barang yang diasuransikan.
4)        Kerugian atau biaya yang bersumber dari barang itu sendiri atau sifatnya sendiri
5)        Kerugian atau biaya yang disebabkan kelambatan
6)        Kerugian atau biaya yang timbul karena kemacetan dana pemilik kapal, para manajer atau operasi kapal.
7)        Kerugian atau biaya yang timbul karena penggunaan senjata, peralatan atom dan nuklir.

b)      INSTITUTE CARGO CLAUSES (B)
Resiko yang ditanggung :
1.         Kebakaran atau ledakan
2.         Kapal kandas, runtuh, tenggelam atau terbalik
3.         Angkutan darat terbalik atau keluar jalur
4.         Tabrakan atau senggolan kapal, pesawat atau alat angkut dengan benda lain selain air
5.         Pembongkaran muatan di pelabuhan yang sedang dilanda kerusuhan
6.         Gempa bumi, lahar panas, letusan gunung atau halilintar.

c)      INSTITUTE CARGO CLAUSES (C)
Resiko yang ditanggung :
1.         Kebakaran atau ledakan
2.         Kapal atau pesawat kandas, runtuh, tenggelam atau terbalik
3.         Angkutan darat terbalik atau keluar jalur
4.         Tabrakan atau senggolan kapal, pesawat atau alat angkut dengan benda lain selain air
5.         Pembongkaran muatan di pelabuhan yang sedang dilanda kerusuhan

Syarat-syarat lainnya sama dengan ketentuan yang berlaku untuk Institute Cargo clauses (B).
Contoh Perusahaan Asuransi Pengangkutan Laut 
PT ASURANSI PURI ASIH

Produk asuransi ini memberikan jaminan ganti kerugian sesuai dengan nilai barang yang dikirim baik melalui darat, laut, udara akibat kerugian finacial yang dialami jasa pengiriman ataupun pemilik barang sesuai dengan nama pemegang polis.
Adapun tarif asuransi dan jaminan / benefit dari penutupan melalui laut tersebut sbb :
a)      ICC “ C “ 1/ 1/ 82 : 0, 30 %
Adalah jaminan kerugian yang memberikan penggantian akibat resiko sbb :
- Kerugian Umum ( General Avarage )
- Alat angkut tabrakan
- Kebakaran dan peledakan
- Kapal kandas, tenggelam atau terbalik
- Tabrakan atau sentuhan alat angkut dengan objek luar selain air
- Pembongkaran barang di pelabuhan darurat
- Biaya – biaya yang timbul akibat dari kerugian umum atau biaya penyelamatan
barang atas resiko yang terjadi diatas kapal.
- Pembuangan barang ke laut.
b)      ICC “ B “ 1/ 1/ 82 : 0, 35 %
Adalah jaminan kerugian yang memberikan penggantian akibat resiko sbb :
- Semua resiko yang dijamin di dalam kondisi ICC ” C” 1/ 1/ 82
- Akibat masuknya air laut, danau atau air sungai yang memasuki ruangan kapal / palka kapal, peti kemas dan tempat penyimpanan barang.
- Hilangnya barang secara keseluruhan sewaktu bongkar muat
c)      ICC “ A” 1/ 1/ 82 : 0, 3 %
Adalah jaminan kerugian yang memberikan penggantian akibat resiko sbb :
- Semua resiko yang dijamin di dalam kondisi ICC ” C” 1/ 1/ 82 dan ICC “ B” 1/ 1/ 82
- Akibat pengrusakan / kerusakan yang dilakukan secara sengaja terhadap barang tersebut oleh orang lain.
- Pembajakan , Pencurian, Barang tidak sampai ketujuan ( Non Delivery )
Ilustrasi Pengangkutan Laut :
1.     Jenis Barang : Excavator 320 C
2.     Alat Angkut : LCT, Tugboat, Kapal Besi
3.     Tujuan : Dari Banjarmasin ke Tanah Grogot
4.     Kondisi Penutupan : ICC ” C ” 1/ 1/ 82
5.     Tarif Premi : 0, 2 %
6.     Ilustrasi Perhitungan Premi :
·         Harga Excavator 320 C = Rp 1.000.000.000, -
·         Premi Rp 1.000.000.000, – X 0, 2 % = Rp. 2.000.000, -
Biaya Polis = Rp 17.000, -
Biaya Materai = Rp 12.000, -
Total Premi = Rp 2, 029, 000, -

PRSEDUR KLAIM ASURANSI PENGANGKUTAN BARANG ( MARINE CARGO INSURANCE)
a)      Kewajiban Tertanggung / Penerima Barang / Agen atau Pihak yang mewakilinya.
Dalam hal terjadi klaim kerusakan dan atau kehilangan barang marine cargo, adalah Kewajiban Tertanggung / Penerima Barang / Agen atau Pihak yang mewakilinya untuk melakukan hal-hal sbb:
·         Jangan menandatangani “Surat Tanda Terima Barang / Surat Jalan / Delivery Order” kecuali dengan memberikan catatan mengenai kerusakan dan atau kehilangan barang tersebut.
·         Untuk barang dalam KONTAINER:
·         Periksalah dengan seksama Kondisi dan Nomor KONTAINER apakah terdapat kerusakan, berlubang
·         Periksalah dengan seksama Kondisi dan Nomor SEGEL apakah terdapat kerusakan, hilang dan apakah nomor segel sesuai dengan dokumen pengangkutan marine cargo
·         Berilah catatan pada “Surat Tanda Terima Barang / Surat Jalan / Delivery Order” jika terdapat kerusakan dan atau kehilangan barang
·         Segera menghubungi pihak pengangkut / Carrier untuk melakukan survey
·         Segera menghubungi PERUSAHAAN ASURANSI cargo untuk melakukan survey bersama
·         Segera melapor kepada pihak kepolisian jika terjadi kecelakaan lalu lintas, perampokan, bajing loncat dan tindak kejahatan lainnya
·         Ambillah Foto kontainer termasuk nomor kontainer, segel, dinding, lantai atau atap dimana terdapat kerusakan, dan kondisi barang untuk dokumentasi
·         Segera mengajukan tuntutan ganti rugi kepada pihak pengangkut / carrier
·         Survey & Pelaporan Klaim Kepada Perusahaan Asuransi

Laporan Klaim harus disampaikan kepada Perusahaan Asuransi atau Survey Agent yang ditunjuk secepatnya, agar Perusahaan Asuransi atau Survey Agent dapat segera melakukan survey untuk mengetahui penyebab kerusakan, pelaporan klaim maximum 7 hari setelah diketahui terjadinya kerusakan dan atau kehilangan barang.Tertanggung berkewajiban untuk memberi kesempatan kepada Perusahaan Asuransi cargo atau Loss Adjusters yang ditunjuk untuk memeriksa kerusakan barang, kerusakan kapal, wawancara dengan Nahkoda dan atau ABK atau pihak-pihak lain yang terkait.\


Dokumen Klaim
1.    Claim Form yang telah diisi lengkap disertai dengan perincian jumlah kerugian
2.    Polis / Sertifikat Asuransi Asli
3.    Bill of Lading atau Konosemen Asli
4.    Invoice
5.    Packing List
6.    Surat Jalan / DO
7.    Berita Acara Serah Terima Barang / Survey Report
8.    Surat Tuntutan kepada pihak pengangkut / carrier dan balasannya.
9.    Penawaran Biaya perbaikan
Salvage
1.         Tertanggung / Penerima Barang / Agen atau Pihak yang mewakilinya wajib menjaga barang yang rusak dan tidak boleh membuang atau menjualnya tanpa izin tertulis dari Perusahaan Asuransi.
2.         Perusahaan Asuransi untuk dan atas nama Tertanggung berhak untuk melaksanakan tender / lelang atas salvage tersebut dengan mengundang beberapa salvage buyers untuk berpartisipasi.
3.         Tertanggung / Penerima Barang dapat ikut serta dalam tender / lelang atas salvage tersebut.
4.         Peraturan pelaksanaan tender / lelang dan penentuan Pemanas ditetapkan oleh Perusahaan Asuransi.
5.         Nilai penjualan salvage akan dibayarkan kepada Tertanggung dan akan dikurangkan dari nilai klaim yang disetujui.





KESIMPULAN DAN SARAN ( PENDAPAT ) :

Dalam ilmu hukum, khususnya hukum pengangkutan setidak-tidaknya dikenal adanya 3 (tiga) prinsip tanggung jawab, yaitu :
1.    Prinsip tanggungjawab berdasarkan adanya unsur kesalahan (fault liability, liability based on fault);
2.    Prinsip tanggungjawab berdasarkan praduga (presumption of liability);
3.    Prinsip tanggungjawab mutlak (no fault liability, atau absolute atau strict liability).

Pada prinsipnya pengangkutan merupakan perjanjian yang tidak tertulis. Para pihak mempunyai kebebasan menentukan kewajiban dan hak yang harus dipenuhi dalam pengangkutan. Undang-undang hanya berlaku sepanjang pihak-pihak tidak menentukan hal lain dalam perjanjian yang mereka buat dan sepanjang tidak merugikan kepentingan umum.

Untuk memperbaiki keadaan tersebut maka hal-hal yang perlu dilakukan adalah pertama, meningkatan kecermatan dan kehati-hatian pengecekan kargo di dalam proses peralihan dari satu pihak ke pihak lainnya sehingga apabila ada kerusakan bisa segera diketahui dan ditentukan pihak yang sebenarnya harus bertanggung jawab. Kedua, Memperjelas hukum perjanjian yang disepakati oleh pihak pemilik barang dengan pengangkut yang berkaitan dengan klausul pengajuan klaim dan tuntutan ganti rugi yang memperjelas jenis-jenis kerusakan seperti apa yang bisa dituntut dan dipertanggungjawabkan oleh pemilik barang kepada pengangkut

KODE IKLAN BAWAH ARTIKEL
Komisi Gratis | Bisnis Online Tanpa Modal
And so you can download at the link that we provide below. Thank you for visiting may be useful. Amen......

Facebook

Adsense Indonesia

k