Kaidah Ushul

KODE IKLAN ATAS ARTIKEL
KODE IKLAN TENGAH ARTIKEL

BAB I
PENDAHULUAN
KAIDAH-KAIDAH USHUL
Secara bahasa yang dimaksud dengan al-ashlu adalah sesuatu yang diatasnya dibangun sesuatu yang lain. Baik apakah bangunan tersebut sifatnya indrawi seperti pembangunan tembok diatas fondasi atau yang sifatnya pemikiran seperti membangun ma’lul (hukum yang terdapat ilat) berdasarkan illat dan (sesuatu) yang ditunjuk oleh suatu dalil. Maka ushul fiqh adalah kaidah-kaidah yang fiqh dibangun diatasnya. pengertian fiqh, secara bahasa, adalah faham.
Sedangkan menurut istilah para ahli syariah yang dimaksud dengan fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syariah yang sifatnya oprasional yang diistimbathkan dari dalil-dalil yang sifatnya rinci. Dan yang dimaksud dengan ilmu tentang hukum-hukum, terkait dengan si alim terhadap fiqh tersebut, bukanlah sekedar tahu, tapi pengetahuan yang memungkinkan dia memiliki otoritas atas hukum-hukum syara’ tersebut. Atau dengan kata lain bahwa pengetahuan dan pendalaman tersebut sampai pada level yang dapat mengantarkan si alim terhadap hukum-hukum tersebut memiliki otoritas atas hukum-hukum tersebut













BAB II
PEMBAHASAN
1. AL-QUR`AN
Al-Qur`an adalah firman Allah SWT. Kitab suci ini mengadung pesan samawi yang diperantai oleh wahyu. Wahyu adalah ilham gaib dari sisi Malakul Al A`la yang turun kealam materi.
Secara etimologis, Al Qur’an berasal dari kata “qara’a”, yaqra’u, qiraa’atan atau qur’aanan yang berarti mengumpulkan (al jam’u) dan menghimpun (al dlammu) huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian kebagian lain secara teratur 3. Dikatakan Al Qur’an karena ia berisikan intisari dari semua kitabullah dan intisari dari ilmu pengetahuan. Allah berfirman :
“ Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (dalam dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kamu telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya”. (al Qiyamah [75]:17-18).
Hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an secara garis besar terbagi atas dua, yaitu:
1.      Hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan (ibadah). Ibadah terbagi atas:
a.       Yang bersifat semata-mata ibadah, yaitu shalat dan puasa.
b.      Yang bersifat harta benda dan hubungan masyarakat, yaitu zakat.
c.       Yang bersifat badaniyah dan berhubungan juga dengan masyarakat, yaitu haji.
2.      Hukum-hukum yang mengatur pergaulan manusia dengan manusia, yang disebut mu’amalat. Hukum ini dibagi empat, yaitu:
a.       Yang berhubungan dengan jihad.
b.      Yang berhubungan dengan rumah tangga.
c.       Yang berhubungan dengan pergaulan hidup manusia.
d.      Yang berhubungan dengan hukum pidana (jinayat).
Dalam mengadakan perintah dan larangan, Al-Qur’an berpedoman kepada tiga hal, yaitu:
1. Tidak memberatkan atau menyusahkan.
2. Tidak memperbanyak tuntutan.
3. Berangsur-angsur dalam mentasyri’kan hukum.


2. HADITS
Kata "Hadits" atau al-hadits menurut bahasa berarti al-jadid (sesuatu yang baru), lawan kata dari al-qadim (sesuatu yang lama). Kata hadits juga berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Kata jamaknya, ialah al-ahadis.
Secara terminologi, ahli hadits dan ahli ushul berbeda pendapat dalam memberikan pengertian hadits. Di kalangan ulama hadits sendiri ada juga beberapa definisi yang antara satu sama lain agak berbeda. Ada yang mendefinisikan hadits, adalah : "Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan hal ihwalnya". Ulama hadits menerangkan bahwa yang termasuk "hal ihwal", ialah segala pemberitaan tentang Nabi SAW, seperti yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaanya.
Ulama Ushul, mendefinisikan hadits sebagai berikut : "Segala perkataan Nabi SAW. yang dapat dijadikan dalil untuk penetapan hukum syara'".
Sedangkan, Sunnah menurut istilah muhadditsin (ahli-ahli hadits) ialah segala yang dinukilkan dari Nabi SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, maupun berupa taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup baik yang demikian itu sebelum Nabi SAW., dibangkitkan menjadi Rasul, maupun sesudahnya.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan di atas, kata sunnah menurut sebagian ulama sama dengan kata hadits. "Ulama yang mendefinisikan sunnah sebagaimana di atas, mereka memandang diri Rasul SAW., sebagai uswatun hasanah atau qudwah (contoh atau teladan) yang paling sempurna, bukan sebagai sumber hukum
Ulama Ushul Fiqh memberikan definisi Sunnah adalah "segala yang dinukilkan dari Nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrirnya yang ada sangkut pautnya dengan hukum". Menurut T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, makna inilah yang diberikan kepada perkataan Sunnah dalam sabda Nabi, sebagai berikut : "Sungguh telah saya tinggalkan untukmu dua hal, tidak sekali-kali kamu sesat selama kamu berpegang kepadanya, yakni Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya" (H.R.Malik).

Bentuk-bentuk Hadist
1.      HADITS QOULI
Adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi, baik berupa perkataan yang memuat berbagai maksud syara’, peristiwa, dan keadaan yang berkaitan dengan aqidah, syari’ah, atau lainnya. Contohnya adalah hadits tentang bacaan Al-Fatihah dalam shalat yaitu “Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca ummul Quran (Al-Fatihah).”
2.      HADITS FI’LI
Adalah hadits yang menyebutkan perbuatan Nabi yang sampai kepada kita. Contohnya adalah hadits tentang shalat, yaitu “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.”
3.      HADITS TAQRIRI
Adalah hadits yang menyebutkan ketetapan Nabi terhadap apa yang datang dari sahabatnya. Contohnya adalah sikap Rasul yang membiarkan para sahabat melaksanakan perintahnya sesuai dengan penafsiran mereka terhadap sabdanya, yang berbunyi: “Janganlah seseorang pun shalat ‘Ashar, kecuali bila tiba di Bani Quraizhah.”
4.      HAMMI
Adalah hadits yang menyebutkan keinginan Nabi yang belum terealisasikan, seperti keinginan untuk berpuasa pada tanggal 9 ‘Asyura.
5.      HADITS AHWALI
Adalah hadits yang menyebutkan hal ihwal Nabi yang menyangkut keadaan fisik, sifat-sifat, dan kepribadiannya.12

3. IJMA’
Ijma’ dalam pengertian bahasa memiliki dua arti.
Pertama, berupaya (tekad) terhadap sesuatu. disebutkan أجمع فلان على الأمر   berarti berupaya di atasnya.
Sebagaimana firman Allah Swt:
(#þqãèÏHødr'sù  öNä.{øBr& öNä.uä!%x.uŽà°ur ...
Artinya : ...“Karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu... (Qs.10:71)
Kedua, berarti kesepakatan. Perbedaan arti  yang pertama dengan yang kedua ini bahwa arti pertama berlaku untuk satu orang dan arti kedua lebih dari satu orang.
Ijma’ dalam istilah ahli ushul adalah kesepakatan semua para mujtahid dari kaum muslimin dalam suatu masa setelah wafat Rasul Saw atas hukum syara.
Menurut ulama Ushul Fiqh, yang dimaksud dengan ijma’ adalah kesepakatan seluruh mujtahid Islam dalam suatu masa sesudah wafatnya Rasulullah saw. atas suatu hukum syara’ dalam suatu kasus. Mujtahid adalah orang yang berkompeten untuk merumuskan hukum, sedangkan hukum syara’ adalah hukum yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf (orang yang dibebani hukum). Contoh ijma’ adalah hak waris seorang kakek dalam hal seseorang meninggal dengan meninggalkan anak dan ayah yang masih hidup.
Adapun rukun ijma’ dalam definisi di atas adalah adanya kesepakatan para mujtahid kaum muslimin dalam suatu masa atas hukum syara’. ‘Kesepakatan’ itu dapat dikelompokan menjadi empat hal:
1.      Tidak cukup ijma’ dikeluarkan oleh seorang mujtahid
2.      Adanya kesepakatan sesama para mujtahid atas hukum syara’
3.      Hendaknya kesepakatan mereka dimulai setiap pendapat salah seorang mereka
4.      Kesepakatan itu terwujudkan atas hukum kepada semua para mujtahid

Syarat Mujtahid
Mujtahid hendaknya sekurang-kurangnya memiliki tiga syarat:
Syarat pertama, memiliki pengetahuan sebagai berikut:
  1. Memiliki pengetahuan tentang Al Qur’an.
  2. Memiliki pengetahuan tentang Sunnah.
  3. Memiliki pengetahuan tentang masalah Ijma’ sebelumnya.
Syarat kedua, memiliki pengetahuan tentang ushul fikih.
Syarat ketiga, Menguasai ilmu bahasa.
       
Kehujjahan Ijma’
Apabila rukun ijma’ yang empat hal di atas telah terpenuhi dengan menghitung seluruh permasalahan hukum pasca kematian Nabi Saw dari seluruh mujtahid kaum muslimin walau dengan perbedaan negeri, jenis dan kelompok mereka yang diketahui hukumnya. Perihal ini, nampak setiap mujtahid mengemukakan pendapat hukumnya dengan jelas baik dengan perkataan maupun perbuatan baik secara kolompok maupun individu.
Selanjutnya mereka menyepakati masalah hukum tersebut, kemudian hukum itu disepakati menjadi aturan syar’i yang wajib diikuti dan tidak mungkin menghindarinya. Lebih lanjut, para mujtahid tidak boleh menjadikan hukum masalah ini (yang sudah disepakati) garapan ijtihad, karena hukumnya sudah ditetapkan secara ijma’ dengan hukum syar’i yang qath’i dan tidak dapat dihapus (dinasakh).


Dan seterusnya Anda bisa download di link yang kami berikan dibawah ini. Terima kasih atas kunjungannya semoga bermanfaat. Amin......
Download Kaidah Ushul
KODE IKLAN BAWAH ARTIKEL
Komisi Gratis | Bisnis Online Tanpa Modal
And so you can download at the link that we provide below. Thank you for visiting may be useful. Amen......

Facebook

Adsense Indonesia

k